728x90 AdSpace


  • Terbaru

    Selasa, 18 Agustus 2015

    [Peserta Lomba Menulis Surat] Dalam Dekapan Penyesalanku

    Bandar Lampung, 16 Agustus 2015


    Kepada guruku, patriot bangsaku

    di Sekolah


    Apa kabar, wahai patriot bangsaku? Yang tanpa lelah bertebar ilmu demi ilmu kepada anak didiknya. Tak kenal lelah, kapanpun dan dimanapun. Semoga patriotku baik-baik saja, dan pintu-pintu surga selalu menantikan para penderma ilmu.

    Guruku..

    Beberapa jam lagi kita akan memperingati 70 tahun nusantara ini, Indonesia merdeka. Telah 70 tahun juga engkau memberantas kebodohan-kebodohan yang ada di negeri ini. Engkau mengabdi dengan penuh ikhlas budi, tak peduli walau duri-duri menghujani setiap langkah kehidupanmu sehari-hari.

    Seuntai kata demi kata kucurahkan hanya kepadamu, wahai guruku, tempat aku bersanding mengais ilmu. Generasi-generasi penerus bangsa pun tak lepas dari kerja kerasmu. Kini negara kita, Indonesia sedang dalam masa pembangunan karakter dan mental. Pemerintah semakin gencar memajukan negara ini dengan segala komitmennya. Entah, apa jadinya Indonesiaku ini selama beberapa tahun kedepan, yang sampai saat ini akupun belum berbuat apa-apa untuk bangsaku tercinta ini.

    Guruku, kini aku berada di ambang penyesalan dan kesedihan. Sampat dengan dirgahayu yang ke-70 ini, belum kutorehkan prestasi yang sangat membanggakan dariku, terlebih lagi menerapkan ilmu-ilmu yang kau ajarkan kepadaku. Aku benar-benar menyesal, sangat menyesal. Aku merasa sebagai murid yang sangat berdosa dan tak berguna, yang hanya menelan ludah saja ketika engkau berusaha mendermakan seluruh ilmumu. Selama ini, aku kurang mengerti apa artinya menghargai, apa itu artinya memahami. Kau selalu mengajarkanku tentang arti sebuah kehidupan, dan arti sebuah bangsa ini. Namun apa? Aku hanya larut dalam kesenangan diriku semata, dan tak kuhiraukan bangsa sekaligus tanah air tempatku dibesarkan.

    Guruku, kini aku berada dalam kesesatan. Dikala kau mengajarkan aku tentang suatu perbuatan yang baik, namun tak kulakukan. Dikala kau memberikanku dorongan motivasi, tak kunjung ku bangkit dan berdiri. Aku benar-benar hilang arah, dan larut dalam nestapa luka. Apa yang harus kuperbuat, wahai guruku?

    Engkau mengatakan, bahwa cara kita untuk memajukan bangsa ini adalah belajar dengan giat. Namun, dimanakah aku selama ini? Aku selalu bersembunyi dalam hanyutnya kebodohan, yang mengalir tak tentu arahnya. Semuanya sia-sia. Apa yang harus kuperbuat sebagai siswamu? Jika aku hanya menangisi semua yang telah kusesalkan tanpa perbuatan, menangisi perjuangan para pahlawan-pahlawan pendidik bangsa dan yang telah gugur mendirikan negara ini, tentunya akan sangat sia-sia. Jika aku diam saja tanpa kata-kata apapun, tentunya tanah merdeka ini akan sangat murka.

    Guruku, kini aku sedang berusaha mencari apa itu sebuah penghargaan, apa itu arti hormat menghormati. Selama ini, aku jarang sekali menghargai usaha kerasmu menyebarkan ilmu, bahkan aku pun acuh terhadap para pendahulu bangsa yang dengan gigih dan bersusah payah mendirikan negara ini, bahkan sampai mengorbankan nyawanya. Aku tak pernah menghargai setetes keringat yang mengucur di keningmu saat engkau dengan sabar mengajarkanku, guru. Aku tak pernah menghormati para pahlawan-pahlawan yang telah gugur di medan pertempuran, bahkan sampai saat ini yang sedang bertempur memberantas kebodohan.

    Guruku,

    Engkaulah tokoh utama pendongkrak kemajuan bangsa ini. Engkaulah laksana patriot bangsa, pembangun insan cendikia, yang sangat andil dalam pembangunan karakter generasi penerus bangsa. Aku tak tahu jadinya jika negara Indonesiaku ini tanpa seorang guru, pasti negara ini akan diselimuti berbagai macam polemik duka tersayat luka. Aku ingin turut andil dalam pembangunan negaraku tercinta ini, guruku.. Aku benar-benar ingin membayar semua keringatmu selama ini dengan karya-karya yang akan kusumbangkan untuk negeri tercinta dan termakmurku ini. Aku ingin menghargai segala kerja kerasmu menderma ilmu dengan mendermakan ilmu juga kepada orang lain. Aku ingin belajar tentang hormat-menghormati, dan apa itu arti bendera merah putih, yang selama ini hanya menjadi simbol selama upacara bendera.

    Aku benar-benar ingin merubah semuanya! Tekadku sudah bulat, sangat bulat. Sudah seharusnya aku berpartisipasi membangun negara ini dengan lebih baik lagi. Aku akan bekerja dan terus bekerja membangun negara. Aku benar-benar akan meneruskan perjuanganmu, wahai guru-guruku! Aku akan selalu berani dalam segala situasi, berani memajukan bangsa dan berani mengharumkan nama bangsaku ini. Aku akan menjaga kesucian diriku, keluargaku, dan bangsaku. Aku akan mengibarkan bendera merah putih sampai ke negeri seberang, sampai dunia mengetahuinya. Aku akan khidmat mengumandangkan lagu Indonesia Raya, dimanapun aku berada. 70 tahun sudah, negaraku, Indonesia dilanda rindu oleh kemajuan-kemajuan putra-putri bangsa dalam mengharumkan bangsanya. 70 tahun sudah, pahlawan yang telah gugur berhasil mendirikan negara Indonesia menjadi negara yang merdeka.

    Wahai guruku, patriotku, kusuma bangsaku..

    Terus bimbing aku, kami para anak didikmu, jangan pernah lelah ajarkan kami, jangan pernah berhenti untuk memotivasi kami agar selalu berkarya demi terciptanya bangsa Indonesia yang maju, aman dan makmur. Kini, sudah saatnya surat ini kuakhiri. Semoga Tuhan selalu mengiringi, melindungi, dan mengabulkan semua munajat kami. Aamiin.

    Dirgahayu Indonesiaku.

    .

    Rahmat Suminto

    Siswa SMAN 9 Bandar Lampung Provinsi Lampung
    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 komentar:

    Posting Komentar

    Item Reviewed: [Peserta Lomba Menulis Surat] Dalam Dekapan Penyesalanku Rating: 5 Reviewed By: Jingga Media
    Scroll to Top