728x90 AdSpace


  • Terbaru

    Selasa, 17 Juni 2014

    [Surat Untuk Capres 2014] Kami Butuh Perubahan, Bukan Kacang Kosong Tanpa Isi

    Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarokatuh ...


    Salam sejahtera untuk kita semua segenap masyarakat Indonesia, yang sampai hari ini masih dapat berpijak pada tanah Ibu Pertiwi yang tercinta ini. Izinkan saya menyapa saudara-saudara semua dengan sapa khas dari daerah saya yaitu Pulau Nias, "Ya'ahowu" (artinya selamat; sejahtera; semoga bahagia).


    Puji dan syukur sangat patut kita persembahkan untuk Tuhan Yang Maha Esa, karena oleh kuat, kuasa, dan kehendak-Nyalah maka pada saat ini kita masih dapat menikmati indahnya alam dunia ciptaan-Nya yang megah, dengan tanah yang kaya, hijau, dan subur.


    Pada kesempatan yang sangat berbahagia ini, saya sebagai seorang pelajar kecil ingin menyuarakan beberapa baris kalimat kepada Bapak-bapak Calon Presiden dan Wakil Presiden Negara Kesatuan Republik Indonesia yaitu Bapak Prabowo Subianto – Hatta Radjasa dan Bapak Joko Widodo – Jusuf Kalla. Namun terlebih dahulu saya ingin memperkenalkan diri kepada Bapak. Nama saya ”Yanlis Alim Sang Putra Lase" dari sebuah sekolah menengah atas bernama SMA Negeri Unggulan Sukma Nias yang berdiri jauh dari kota, berada di pelosok negeri pada pulau kecil di bagian barat Pulau Sumatera yang biasa disapa dengan sebutan Pulau Nias.


    Ketika saya mengetahui tentang digelarnya Lomba Menulis Surat “Kepada Calon Presiden Indonesia”, maka saya pun tidak tinggal diam di kursi tempat saya sedang duduk. Tetapi saya ingin menggunakan kesempatan emas ini untuk dapat mengungkapkan segenap keluh kesah, kritik, harapan, dan dukungan kepada Bapak-bapak Calon Presiden dan Wakil Presiden ke depan, yang akan bersaing pada pesta demokrasi tanggal 09 Juli 2014 mendatang, untuk merebut takhta Pemimpin sejati yang dapat berguna untuk Nusa, Bangsa, dan seluruh masyarakat Indonesia yang terus-menerus menanti adanya gebrakan perubahan besar pada pola kehidupan masyarakat Indonesia, yang semakin melarat dan berkarat menuju kematian tanpa nisan.


    Bapak-bapak yang saya hormati,


    Sehubungan dengan keluh kesah, pada dasarnya kami para pelajar memang terkadang dianggap kecil dan tak ada gunanya, saya ingin berkata dengan lantang dan dengan suara nyaring bahwa kami memang kecil tapi bukan berarti tidak mampu berbuat apa-apa. Kami terkadang diam bukan berarti tidak mampu bersuara, tetapi hanya saja kami tidak pernah diberi kesempatan untuk membuka mulut, menyuarakan tangis yang mendera dari dalam hati kami sebagai pelajar yang tersudutkan di pojok keheningan.


    Bapak-bapak yang saya hormati,


    Mungkin bapak-bapak sekalian tidak pernah membayangkan jumlah kami para pelajar, yang terbentang luas dari Sabang sampai Merauke, dan dari Miangas sampai Pulau Rote yang begitu banyak jumlahnya. Apakah pernah terbayang kepada bapak-bapak, bagaimana seandainya jika kami semua bertekad untuk menjadi Golongan Putih (GOLPUT) pada Pemilihan Presiden mendatang ? Ya, saya pribadi merasa itu bukanlah hal yang mustahil. Jelas tidak mustahil akan terjadi. Jikalau kami melihat dan menyaksikan keadaan negara Indonesia yang tercinta ini tetap saja seperti kepompong yang melekat pada sehelai daun, selalu menanti dan menunggu dalam isak tangis, namun tetap saja tidak dapat berubah menjadi kupu-kupu, maka pastilah itu yang akan kami lakukan, sehingga terjadilah.


    Bapak-bapak yang saya hormati,


    Inilah dunia politik, dan kami selalu tersingkirkan dari dunia tersebut. Banyak yang menganggap bahwa kami tidak mampu berpolitik dengan baik, alasannya karena kami masih belum mampu berpikir dan bertindak dewasa. Pakaian kami boleh saja masih berwarna putih abu-abu dengan dasi berwarna abu-abu yang mengikat pada leher, tidak seperti para menteri yang memakai jas bermerk dan bahkan mungkin saja dilengkapi dengan lapisan anti peluru. Tetapi perlu dicatat, bahwa kami telah mampu berkeliling dunia untuk meraih dan merebut prestasi yang tinggi di saat pakaian kami masih pakaian anak sekolahan yang dianggap ingusan. Dan bahkan, sepertinya ini telah melebihi kemampuan para menteri, anggota dewan perwakilan rakyat, dan lain-lain sebagainya. Ini membuktikan bahwa sekalipun kami masih menyandang sebuatan sebagai pelajar, namun kami tidak selayaknya dan tidak sepantasnya dianggap remeh bagaikan debu yang terus disapu tiada gunanya.


    Bapak-bapak yang saya hormati,


    Pada kesempatan ini saya ingin mengatakan bahwa kami benar-benar tidak membutuhkan pemimpin yang hanya bisa mengumbar janji-janji semata, kami membutuhkan perubahan, dan kami membutuhkan bukti segera ! Kami sudah bosan dengan teriakan-teriakan para calon pemimpin masa periode yang telah lewat sesaat sebelum pemilihan, mereka hanya mampu menjual kacang kosong yang begitu besar namun tak ada isinya. Dan bodohnya kami, kami juga termakan janji palsu mereka dan bersedia memakan kacang kosong yang mereka berikan dengan penuh rasa lapar. Tapi kini apa yang dapat kita lihat ? Tidak ada, sama seperti sebelum-sebelumnya. Bahkan saya bisa mengatakan bahwa nasib Indonesia semakin terpuruk dan dianggap lemah oleh negara lain, kita tunggu saja, pastilah Indonesia akan terjajah kembali dengan keadaan seperti ini. Sudah terjadi malah, masyarakat Indonesia sendiri yang menjajah negerinya. Saya sendiri telah merasa terjajah dengan tidak adanya kesejahteraan dan kedamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.


    Bapak-bapak yang saya hormati,


    Tolong sendengkanlah telinga anda untuk mendengar keluh kesah kami, mungkin ini adalah satu-satunya kesempatan besar untuk saya pribadi agar dapat menyuarakan suara batin saya. Kami terkadang tidak dianggap anak negeri, karena tempat kami yang berada di pelosok daerah, jauh dari kota, dan jauh pula dari pusat pemerintahan. Ada yang mengatakan kehidupan kami masih primitif dan kanibal, padahal itu tidak benar, semua itu dapat terjadi karena daerah kami masih kurang tersentuh oleh tangan pemerintahan pusat. Kami membutuhkan tangan yang dapat meraih dan merangkul, kami membutuhkan sosok jiwa yang peduli dan selalu siap sedia di saat kami membutuhkan sesuatu. Kami dari Pulau Nias, begitu susah dan sulit untuk mencari dan melanjutkan pendidikan. Ketika kami ingin meraih cita-cita kami melalui pendidikan yang tinggi, kami telah terhalangi oleh adanya Politik Uang. Ada sebuah celoteh yang memberi kepanjangan pada singkatan SUMUT (Sumatera Utara). Setelah Uang Masuk Urusan Tuntas, kami para pelajar dari kalangan masyarakat kecil yang tidak mempunyai uang merasa bahwa prestasi itu tidak ada gunanya tanpa uang. Karena tanpa uang, urusan tidak akan tuntas-tuntas. Berkas akan tetap berada di atas meja, menunggu ada lembaran uang tersisip di dalam amplop. Terang saja dalam pengurusan surat-menyurat melalui dinas ini dan dinas itu, semuanya terpaksa memerlukan uang pelicin agar pengurusannya dapat berjalan dengan baik. Bahkan untuk sebuah tandatangan kepala dinas saja, seorang pelajar harus merogoh saku celananya minimal dengan lima buah angka nol pada nominalnya. Ini adalah sebuah tindakan gelap yang telah menjadi budaya, alasannya sebagai uang tanda terimakasih atau pun sebagai uang tinta pulpen. Sungguh sangat gila, pantas saja negara Indonesia menjadi salah satu negara terkorup terbesar di dunia.


    Bapak-bapak yang saya hormati,


    Pernahkah anda mendengar dan menyanyikan lagu 'Garuda Pancasila' ? Tentu saja pernah dan sering, bukan ?! Anda pasti tahu liriknya dengan sempurna, tapi tahukah anda bahwa lagu tersebut telah ada versi barunya ? Para pelajar membuat lagu Garuda Pancasila dengan versi yang menceritakan keadaan negara Indonesia sekarang ini.


    Garuda Pancasila ...


    Akulah pendukungmu ...


    Patriot proklamasi, sedia berkorban untukmu ...


    Pancasila dasarnya apa ?


    Rakyat kok miskin dan melarat


    Pribadi bangsaku ...


    Tidak maju-maju


    Tidak maju-maju


    Tidak maju ... maju ...


    Ya, itulah versi kami para pelajar. Pandangan mata kami terhadap negeri ini, kami tuangkan dengan kreatifitas kami sendiri, tanpa adanya kekerasan, karena kami tetap ingin menjadi anak negeri yang cinta akan perdamaian. Saya mengutip sebuah potongan sajak ALLEN GINSBERG, "Kusaksikan benak pikiran generasiku dihancurkan kegilaan, telanjang histeris kelaparan." Sungguh benar, generasi muda Indonesia yang seharusnya menjadi penerus tiang penyokong kokoknya bangsa ini telah dihancurkan oleh karena kegilaan pola pikir para pemimpin dan pejabat negara. Kami seakan ditelanjangi dan tidak punya apa-apa lagi, semuanya telah direnggut oleh keegoisan para pemimpin bangsa yang sekarang duduk bersama setan menjadi raja kematian. Sekarang kami benar-benar lapar dan haus akan kedamaian, akan kehidupan yang layak dan normal, akan perubahan yang terus kami nanti-nantikan.


    Bapak-bapak yang saya hormati,


    Berbicara tentang politik, maka marilah kita berbicara berdasarkan fakta otentik yang terjadi di dalam masyarakat, karena saya ingin menyampaikan kritikan saya dengan dasar-dasar yang kuat.


    Pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,


    BAB I, Tentang BENTUK DAN KEDAULATAN


    Rumusan Pasal 1, menyebutkan bahwa :


    1)      Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik.


    2)      Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.***)


    Apakah benar Indonesia adalah sebuah Negara Kesatuan ? Saya rasa tidak pantas, karena Indonesia sepertinya tidak memandang rasa ingin bersatu. Mengapa saya katakan demikian ? Misalkan saja, ketika seorang pelajar berada pada suatu daerah yang berbeda ras, suku, bahasa, dan agama dengan dirinya di mana tujuannya adalah melanjutkan studi, keberadaannya kadang terancam hingga pada nyawa dan bahkan harus menyembunyikan identitas aslinya. Seperti halnya pada agama, jika dia memiliki agama yang berbeda dengan agama di tempat dia berada maka pelajar tersebut terancam akan dicemooh dan bahkan nyawanya pun bisa terancam. Inikah negara kesatuan ??? Tolong hal ini segera dituntaskan, Pak ?! Ayat 2 pada pasal ini dimaksudkan untuk mengoptimalkan dan meneguhkan paham kedaulatan rakyat yang dianut negara Indonesia, kemudian merupakan penjabaran langsung paham kedaulatan rakyat yang secara tegas dinyatakan pada Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, alinea IV. Tapi pada kenyataannya, kedaulatan diambil secara semena-mena dari tangan rakyat. Sehingga demokrasi yang dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat telah menjadi sejarah masa lalu belaka. Mati, benar-benar lenyap.


    BAB X, Tentang WARGA NEGARA DAN PENDUDUK**)


    Rumusan Pasal 26, menyebutkan bahwa :


    1)      Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.


    2)      Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia.**)


    Saya adalah pelajar yang merupakan warga negara Indonesia, penduduk Indonesia, tapi terkadang para pelajar seperti saya ini diperlakukan sebagai orang asing yang bukan warna negara. Itulah faktanya, tidak bisa kita pungkiri. Dalam hal menuntut ilmu, kedinasan dan institusi hanya mengenal pelajar yang memiliki uang, dan tentunya yang berasal dari keluarga ekonomi kelas tinggi. Kami dari kelas menengah ke bawah bagaimana ? Kami diperlakukan seperti anak tiri di negeri kami sendiri.


    Rumusan Pasal 27, menyebutkan bahwa :


    1)      Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.


    2)      Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.


    Saya rasa kita telah mengetahui apa yang sebenarnya terjadi jika kita membahas tentang pasal ini, sungguh tidak ada lagi yang namanya persamaan kedudukan dan hak-hak yang patut diterima oleh warga negara. Sebagai pelajar di depan pemerintahan, yang masuk dalam kategori segala warga negara tersebut telah dibatasi berdasarkan kemampuan ekonomi. Sudah jelas, asalkan memiliki uang yang cukup maka persamaan kedudukan bisa terlaksana dengan baik. Penghidupan yang layak bagi kemanusiaan ? Masih banyak anak-anak di Pulau Nias dan daerah lainnya hidup melarat bersama keluarganya, jangankan untuk membeli sebuah buku, untuk mendapatkan sesuap nasi saja sungguh susah dan sulit. Padahal telah dikatakan bahwa penghidupan yang layak bagi kemanusiaan merupakan hak tiap-tiap warga negara, sekarang waktunya menagih tanggung jawab pemerintah atas pasal ini.


    BAB XA**), Tentang HAK ASASI MANUSIA


    Rumusan Pasal 28C, menyebutkan bahwa :


    1)      Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.**)


    Lagi-lagi tentang pendidikan menjadi sebuah pembahasan dalam Hak Asasi Manusia, hak, hak, dan hak. Bagaimana saya sebagai seorang pelajar bisa mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, jika sarana dan prasarana pendidikan tidak dapat dipenuhi sepenuhnya oleh pemerintah. Padahal kami sebagai pelajar yang berada di pelosok negeri, sangat membutuhkan fasilitas-fasilitas pendidikan untuk memajukan pengetahuan kami terhadap Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK).


    Rumusan Pasal 28F, menyebutkan bahwa :


    Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.


    Sebagai pelajar, pasal ini tidaklah sepenuhnya bisa terlaksana sesuai yang diharapkan. Karena sarana yang mewadahi kami untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan terlebih untuk menyampaikan aspirasi kami sebagai pelajar kepada pemerintah sungguh sangat terbatas. Beruntunglah pagelaran ini diadakan, sehingga ini dapat menjadi sebuah wadah bagi kami semua pelajar Indonesia yang memiliki sekian juta aspirasi yang ingin kami sampaikan. Beberapa orang pelajar menuntut haknya terhadap beasiswa yang telah dipotong oleh pejabat dinas, nama mereka diancam akan dihapuskan jika mereka terus saja memberontak, maka kegiatan gelap ini lagi-lagi menjadi terselubung. Pelajar-pelajar tersebut pun hanya bisa berpasrah, padahal dalam pasal ini telah dikatakan dengan jelas tentang hak-hak warga negara yang dilindungi oleh pemerintah. Di mana reaksi, respon, rasa peduli, dan tindakan aktif serta tanggung jawab dari pemerintah ? Tidak ada, karena para pemerintah telah asyik duduk bersantai di atas takhta kebesarannya.


    BAB XIII, Tentang PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN****)


    Rumusan Pasal 31, menyebutkan bahwa :


    1)      Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.****)


    2)      Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.****)


    3)      Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.****)


    Jika demikian adanya, maka rumusan pasal ini benar-benar percuma. Sebaiknya diganti saja sesuai kenyataan yang terjadi bahwa tidak setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Masih banyak di luar sana anak-anak yang tumbuh dan berkembang tanpa pendidikan, padahal disebutkan bahwa pemerintah wajib membiayainya. Membiayai ? Sudahkah pemerintah membiayai pendidikan bagi anak-anak yang kurang mampu ? Saya rasa belum sepenuhnya, nyatanya masih ada anak-anak yang seharusnya menggunakan waktunya untuk berada di bangku sekolah, malah setiap harinya berada di sudut jalan untuk mengamen mengais rezeki demi membantu orangtuanya mencukupkan nafkah keluarga. Di mana tanggung jawab pemerintah Indonesia ? Lagi-lagi ini adalah pertanyaan penting. Dalam hal menyelenggarakan sistem pendidikan nasional maka pemerintah merancang banyak kegiatan berbau peningkatan mutu pendidikan dengan biaya yang tidak sedikit. Namun pemerintahan dinas terkait yang melaksanakan kegiatan tersebut melaksanakannya ala kadarnya saja, karena tujuan utama mereka adalah mencari jalan lain untuk memanfaatkan biaya tersebut sehingga dapat mengalir ke saku celana mereka. Bisakah pendidikan di Indonesia berjalan dengan baik apabila pemerintah pelaksana sistem pendidikan nasional ini memiliki jalan pemikiran yang berbeda ? Pemikiran yang gelap dan telah dibutakan oleh keegoisan karena uang semata.


    Rumusan Pasal 34, menyebutkan bahwa :


    1)      Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.****)


    Kata fakir miskin yang terdapat dalam ketentuan pasal ini mempunyai pengertian yang berbeda. Kata fakir berarti 'orang yang tidak mampu berusaha menghidupi dirinya sendiri', sedangkan miskin berarti 'orang yang mampu berusaha tetapi tidak mencukupi kebutuhan minimum untuk menghidupi dirinya sendiri'. Tapi di sisi lain, keduanya memiliki makna yang sama. Namun saya kembali menanyakan tanggung jawab dan pelaksanaan rumusan pasal ini terhadap pemerintah, karena pasal ini tidak hanya diperuntukkan fakir miskin saja melainkan juga kepada anak-anak terlantar yang pasti memiliki mimpi dan cita-cita yang tinggi, dan pastinya ingin mereka wujudkan. Saya sebagai keluarga, salah satu dari mereka merasa sedih dan berkecil hati akan keadaan ini. Pemerintah seakan melupakan dan membuat anak-anak terlantar ini menjadi semacam sampah belaka.


    BAB XV, Tentang BENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA, SERTA LAGU KEBANGSAAN**)


    Rumusan Pasal 36A, menyebutkan bahwa :


    Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.**)


    Saat ini, semangat Bhinneka Tunggal Ika terasa luntur, banyak generasi muda yang tidak mengenal semboyan ini, bahkan banyak kalangan melupakan kata-kata ini, sehingga ikrar yang ditanamkan jauh sebelum Indonesia merdeka memudar, seperti pelita kehabisan minyak. Pepatah mengatakan, buah jatuh tidak akan jauh dari pohonnya. Inilah bukti hasil kesenjangan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Sangat berakibat fatal pada moral pelajar yang harusnya menjadi generasi penerus bangsa ini.


    Bapak-bapak yang saya hormati,


    Dengan satu suara kami ingin berkata, bahwa kami berharap semua keluh kesah dan kritikan kami terhadap dunia pemerintahan pendidikan di negeri ini, seperti telah kami paparkan sebelumnya, dapat segera terperbaiki menuju Indonesia yang lebih baik. Harapan-harapan yang telah kami sampaikan kepada Bapak-bapak Calon Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia ini, tidak lain memiliki tujuan untuk mewujudkan :


    a)      Dalam kehidupan bermasyarakat dapat tercipta kerukunan seperti halnya dalam sebuah keluarga.


    b)      Antara warga masyarakat terdapat semangat tolong-menolong, kerjasama untuk menyelesaikan suatu masalah, dan kerja sama dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.


    c)      Dalam menyelesaikan urusan bersama selalu diusahakan dengan melalui musyawarah.


    d)     Terdapat kesadaran dan sikap yang mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.


    Bapak-bapak yang saya hormati,


    Kami segenap pelajar Indonesia yakin dan percaya bahwasanya Bapak-bapak Calon Presiden dan Wakil Presiden Negara Kesatuan Republik Indonesia yaitu Bapak Prabowo Subianto – Hatta Radjasa dan Bapak Joko Widodo – Jusuf Kalla merupakan orang-orang terbaik pilihan masyarakat Indonesia yang mampu mewujudkan tujuan nasional negara Indonesia sebagaimana tercantum di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Alinea IV. Tolong jangan sia-siakan dukungan kami para pelajar Indonesia ini, karena ketika kami bermurka, maka kami juga mampu membuat negara ini terbalik semudah kami membalik telapak tangan kami sendiri. Karena kami bisa, kami bisa karena kami bersatu padu, karena kami selalu menjalin erat persatuan antara pelajar di seluruh Indonesia.


    Prinsip demokrasi hanya mungkin hidup dan berkembang dalam sebuah masyarakat sipil yang terbuka, yang warganya mempunyai toleransi terhadap perbedaan-perbedaan dalam bentuk apa pun, karena adanya kesetaraan derajat kemanusiaan yang saling menghormati, dan diatur oleh hukum yang adil dan beradab yang mendorong kemajuan serta menjamin kesejahteraan hidup warganya.


    Akhir kata dari surat kumuh saya ini, ingin saya katakan bahwa kami akan selalu dan akan tetap terus berdoa, berjuang bersama, dan berpangku tangan mendukung kinerja pemerintah yang menurut kami baik untuk memajukan pendidikan di Indonesia.


    Merdeka ! Merdeka ! Merdeka !


    Sekian dan terimakasih ...



    Salam hormat,



    YANLIS ALIM SANG PUTRA LASE


    Siswa SMAN Unggulan Sukma Nias, Gunungsitoli Selatan, Kabupaten Nias Provinsi Sumatera Utara

    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    1 komentar:

    1. Saya tidak butuh kemenangan, saya hanya ingin perhatian dari pemerintah !!!

      BalasHapus

    Item Reviewed: [Surat Untuk Capres 2014] Kami Butuh Perubahan, Bukan Kacang Kosong Tanpa Isi Rating: 5 Reviewed By: Jingga Media
    Scroll to Top