728x90 AdSpace


  • Terbaru

    Selasa, 24 Juni 2014

    [Surat Untuk Capres 2014] Diorama Indonesia: Saat “Uang” Ikut Bertindak (II)

    Inilah lanjutan penjabaran yang belum sempat saya paparkan di surat sebelumnya.


                Sebuah ironi memang saat rasa nasionalisme kita semakin menurun seiring dengan bertambahnya umur. Saya adalah salah satu anak beruntung yang dapat hidup dan melanjutkan pendidikan dari uang rakyat dan saya sangat mensyukurinya. Meski begitu saya tidak begitu mengerti bagaimana sebenarnya jalannya kepemerintahan tersebut.


                Kakek saya pernah berkata jika ingin menjadi seorang pemimpin, kita harus seperti Pohon Jati. Ya. Pohon dengan kualitas kayu yang sangat dicari masyarakat yang selalu kokoh hingga bertahun-tahun dan tidak mudah tumbang meski diderai angin kencang. Beliau memberikan saya kesempatan langka dengan mengeyam pendidikan secara gratis dengan kerja keras yang setimpal. Saya dididik bukan hanya unggul dalam kemampuan akademik namun juga soft skills dan juga survival. Hal itu beliau lakukan untuk mendapatkan kualitas Pohon Jati nomor satu yang kelak dapat dimanfaatkan masyarakatnya.


                Saya kemudian berpikir sesulit itukah kehidupan pemimpin saya diatas? Hingga ia perlu belajar bela diri untuk tetap bertahan. Bela diri bukan untuk melindungi dirinya dari kesalahan melainkan untuk menjaga agar pendiriannya tetap kokoh meski ia harus ditentang oleh anak buahnya. Seberapa besar angin yang mencoba menumbangkan pendapatnya dalam rapat? Bagaimana ia menahan rasa sakit dalam hatinya saat ia harus membunuh kawannya sendiri demi mewujudkan kemakmuran rakyat dan berdiri berlandaskan hukum di Indonesia. Mungkin terkadang ia harus mengorbankan jam tidurnya demi mendengarkan setiap suara dari rakyatnya? Rintihan rakyatnya yang selalu menuntut kemakmuran.


    Saat seluruh rakyatnya bisa menikmati sarapan pagi mereka, seorang pemimpin mungkin sedang menghadapi hujutan dari anak buahnya di pemerintahan yang mencoba menggoyahkan keputusan yang telah ia ambil. Walau dengan banyak rintangan melintang, tidak pernah membuatnya tumbang ataupun mengeluh dan malah membuatnya semakin kokoh untuk berdiri. Taukah kenapa? Karena saat ia dapat melihat senyuman rakyatnya yang bahagia melihat pemimpinnya. Ya. Sebuah senyuman dari rakyat berpakaian kumuh yang bahkan tidak pernah mengenal huruf dan angka namun ia tahu dan memahami perjuangan pemimpin mereka. Dari dalam hati mereka selalu berusaha memanjatkan sebuah doa agar kehidupan yang merakyat ini terus berlanjut dan mendoakan pemimpinnya agar tetap sehat sehingga dapat menganugrahkan kesejahteraan bagi rakyatnya.


    Kepemimpinan yang saat kami harapkan bukan seseorang yang pintar memberi teori. Selalu membayang-bayangi kami dengan ribuan janji yang tidak pernah terealisasikan. Kami disini hanya membutuhkan perubahan. Tidak perlu muluk-muluk hingga ingin mengubah dunia menjadi negeri dongeng. Tidak perlu seperti itu. Kami ingin perubahn kecil namun itu nyata yang dapat kami lihat dalam setiap berita yang kami baca. Kami sudah terlalu muak dengan semua kemudahan yang diberikan pada petinggi kami yang melanggar hukum. Kami hanya ingin kesetaraan yang dijalankan pemimpin kami.


    Pemaparan saya mungkin seperti khayalan indah kepada Indonesia. Namun jauh didalam hati, saya percaya akan keajaiban pasti datang. Saya yakin pemimpin saya kelak dapat mewujudkan keinginan saya seperti yang telah saya paparkan. Pemimpin yang dapat menjadi Pohon Jati berkualitas untuk rakyat-rakyat mereka yang sengsara di bawah sana.


    Kami akan sangat menghargai perjuanganmu hingga bisa memimpin bangsa kami. Bagaimana dirimu tumbuh di tengah keringnya lingkunganmu dan terik matahari yang selalu membakar kulitmu. Kerikil yang selalu mendesakmu dan kemudian meninggalkan goresan dalam jiwamu. Hingga akhirnya kini bisa berdiri atas keinginan kami. Menjadi tempat berlindung kami di tengah panasnya persaingan dunia. Memberikan tempat bersandar bagi kami saat kami mencurahkan kejanggalan yang kami rasakan. Kami akan selalu menjunjung pemimpin kami dan kami akan selalu mendukungnya. Kami berjanji akan menjalankan kewajiban kami dengan sepenuh hati dan selalu memberi senyuman dan doa untuk menjaga keteguhan hati pemimpin kami.


    Hanya sekian yang dapat saya sampaikan. Terima kasih telah memberikan kesempatan bagi jemari ini untuk bercerita.


     


    NI MADE WIDYA SUKMA SANTI


    Siswi SMAN Bali MandaraKabupaten Buleleng Provinsi Bali

    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 komentar:

    Posting Komentar

    Item Reviewed: [Surat Untuk Capres 2014] Diorama Indonesia: Saat “Uang” Ikut Bertindak (II) Rating: 5 Reviewed By: Jingga Media
    Scroll to Top