728x90 AdSpace


  • Terbaru

    Senin, 23 Juni 2014

    [Surat Untuk Capres 2014] Bapak, Tolong Baca Surat Saya

    Selamat malam pak..


    Ehm, saya tidak tahu kapan tepatnya bapak akan membaca surat ini. Jadi, saya bingung, kalimat sapa apa yang tepat untuk saya gunakan. Akhirnya, saya menggunakan kata selamat malam, karena saya menuliskan surat ini saat malam hari. Saat bapak menerima dan membuka lembaran kertas yang berisikan tulisan ini, itu tandanya surat ini sudah sampai di tangan bapak. Lalu, perlahan namun pasti, bapak akan membaca surat ini, sampai akhir. Sebelumnya saya akan mengucapkan terima kasih, karena bapak sudah meluangkan waktu untuk membaca surat saya, dan surat teman-teman yang lain. Mungkin, jika dibandingkan dengan tulisan milik yang lain, milik saya ini kurang begitu enak untuk diikuti. Karena, jujur saja, saya belum memiliki pengalaman yang mengesankan dalam hal menulis. Awalnya, saya ragu, akan mengirimkan surat ini atau tidak. Malu, ya. Sempat terlintas dalam pikiran saya akan hal itu. Dengan modal nekat, wi-fi sekolah, dan juga laptop yang bukan milik saya. Akhirnya, saya beranikan diri untuk mengirimkan surat ini, dengan harapan jika suatu waktu nanti, surat ini akan sampai di tangan bapak, dan surat ini dibaca.


    Oh iya pak, maksud dan tujuan saya mengirimkan surat ini adalah untuk menyampaikan sesuatu yang ada di pikiran saya tentang beberapa hal mengenai pendidikan di negara tercinta ini, Indonesia. Sebagai seorang pelajar, jujur, saya merasa senang dengan adanya dana BOS. Dan, biaya gratis untuk sekolah sampai pada tingkat SMP. Namun, saya –kami, akan merasa lebih senang lagi apabila sekolah tingkat sederajat juga digratiskan. Bebas uang bulanan. Saya yakin, harapan ini bukan hanya menjadi harapan saya pribadi, namun juga teman-teman di luar sana.


    Saya juga mempunyai beberapa cerita yang merupakan kisah nyata. Dan, cerita ini yang menjadi pokok dalam surat ini.


    Waktu itu, beberapa hari yang lalu pada pagi hari. Sekitar pukul 9 pagi. Seperti biasa, untuk menuju ke sekolah, saya harus naik elef atau isuzu. Berhubung waktu itu hari bebas, karena sedang ada pendaftaran peserta didik baru, jadi saya berangkat ke sekolah tidak sepagi biasanya. Saya berangkat juga karena ada sesuatu yang harus dibahas mengenai sebuah kegiatan yang dalam waktu dekat akan di selenggarakan.


    Ada sesuatu yang berbeda pagi itu. elef yang saya naiki, kernetnya adalah anak kecil. Badannya kurus kering, kulitnya busik dan berwana sawo matang dan maaf, ia terlihat dekil. Awalnya saya pikir jika ia adalah anak dari supir elef. Ternyata setelah saya tanya, bukan. Dia bukan anaknya. saya mencoba SKSD, sok kenal sok dekat. Karena saya penasaran. Sewaktu saya bertanya, dia kelas berapa, dia menjawab sudah tidak sekolah. Awalnya saya berniat untuk bertanya lebih lanjut, kenapa tidak sekolah. Namun, ketika mulut saya sudah terbuka, saya teringat kejadian yang hampir mirip seperti ini.


    Waktu itu, saya sedang makan di alun-alun. Dan ada anak kecil ngamen. Saya menyuruhnya untuk menyanyikan lagu-lagu daerah. Sempat bercakap-cakap juga. Dan jika dilihat dari caranya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan saya, dia terlihat cerdas dan sopan. Yang paling saya ingat dari jawabannya adalah,


    -          Dek, kenapa kamu nggak sekolah? Sekolah kan enak. Kamu juga kliatannya pinter.


    Nggak punya uang mbak.


    -          Kan udah ada dana BOS, gratis dek.


    Iya si mbak, sekolahnya gratis. Tapi berangkat sekolah kan juga butuh uang. Beli buku, beli pulpen. Mending uangnya buat adeknya.


    -          Sekolah sambil kerja dek. Yang penting sekolah. Kerja kayak gini malem juga bisa dek.


    Kalo ngomong si gampang mbak. Mbak enak ya, bisa sekolah, bisa makan enak. Mbak nggak bakal ngomong kayak gitu kalo mbak tahu gimana rasanya jadi aku mbak. Udah mbak, mana uangnya? Katanya mau ngasih lima ribu.



    Saya nggak berani bertanya lebih lagi. Takut mendengar jawaban yang kayak dulu, waktu saya bercakap-cakap dengan pengamen kecil. Sedih dengernya. Hati siapa yang nggak tersentuh pak, ndenger jawaban seperti itu.



    Saya heran dengan para koruptor. Heran sekali. Sudah punya pekerjaan yang enak, bagus. Hidup tercukupi. Menjadi orang terpandang dan mempunyai martabat yang tinggi sebagai pejabat (ya, sebelum menjadi koruptor). Mempunyai penghasilan yang besar. Kerja di tempat yang ber AC.


    Kenapa mereka bisa setega itu menelan uang rakyat? Pernahkah mereka berfikir tentang orang-orang di luar sana yang benar-benar membutuhkan? Seandainya mereka tidak menelan uang itu, berapa banyak orang yang tertolong? Banyak. Mereka nggak perlu ngamen, nggak perlu menjadi kernet. Anak kecil aja bisa mengerti halal. Saya punya cerita lagi. Dan ini nyata.


    Saya pernah bertanya pada pengamen kecil,


    -          Halo dek. Emm, dek, sini. Itu temen-temen kamu pada pake seragam SMP gitu, kamu nggak pengen?


    Mboh lah mbak. Penting nyong luru duit nggo mangan nyong karo adine.


    (ngga tau lah kak. Yang penting aku nyari uang buat makan aku sama adiknya)


    -          Apa kamu nggak malu?


    Oralah. Penting halal.


    (enggaklah. Yang penting halal)



    Waktu itu, saya tersenyum dan terlintas benar-benar di hati dan pikiran saya, saya benci koruptor. Sempat saya bercita-cita menjadi KPK. Tapi tidak tahu gimana cara mencapai cita-cita itu.



    Pak, ketika anda menjadi presiden di negeri ini, tolong, beratkan hukuman bagi para koruptor. Dan, berantas korupsi dengan tegas. Saya yakin, ini bukan hanya harapan saya, tapi seluruh rakyat Indonesia. jika korupsi tidak ada, saya yakin Indonesia bakal menjadi Negara nomor 1 di dunia. Dengan di dukung peningkatan-peningkatan SDM nya. WNI ita kan bukan orang-orang yang bodoh. Semangat ya pak! Jadi pemimpin yang benar-benar layak J jangan kecewakan kami.



    Dan saya harap, para koruptor itu sadar. Saya harap, mereka juga membaca surat ini…


    Sebenarnya, amsih banyak harapan-harapan yang ingin di sampaikan, tapi mata saya sudah lelah memandangi layar laptop terus. Jadi, segini saja surat dari saya pak. Terima kasih sudah membaca J




    DIFA NUR ASMANIAH


    Siswi SMAN 1 Pemalang Provinsi Jawa Tengah





    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 komentar:

    Posting Komentar

    Item Reviewed: [Surat Untuk Capres 2014] Bapak, Tolong Baca Surat Saya Rating: 5 Reviewed By: Jingga Media
    Scroll to Top