728x90 AdSpace


  • Terbaru

    Senin, 23 Juni 2014

    [Surat Untuk Capres 2014] Berhentilah Mempermainkan Masa Depan Kami!

    Malang, 21 Juni 2014


    Yth. Kedua Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden


    di tempat


                Salam hormat saya ucapkan kepada kedua pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden. Dengan surat ini saya menyampaikan gagasan saya mengenai dunia pendidikan yang saya alami. Saya bukan dosen, guru, maupun pemerhati pendidikan. Saya pribadi hanyalah seorang pelajar sebuah SMA Negeri di Kota Malang. Melalui surat ini, saya akan memberikan informasi dan sekaligus gagasan saya mengenai dunia pendidikan yang saya alami selama sepuluh tahun belajar melalui sudut pandang seorang pelajar.


                Saya termasuk pelajar yang beruntung karena dapat bersekolah di sekolah yang layak, bereputasi tinggi dan merupakan tempat yang nyaman untuk belajar. Hal yang timbul dalam pemikiran saya adalah bagaimana nasib pelajar yang nasibnya 180 derajat berbeda dengan saya? Jangankan mempunyai tempat yang layak untuk belajar ataupun bereputasi tinggi, untuk berangkat ke sekolah saja mereka harus menyeberangi sungai melalui jembatan rapuh dan sangat beresiko bagi nyawa dan tentu saja, masa depan mereka. Ada pula mereka yang tidak mempunyai kesempatan mengenyam bangku pendidikan karena keadaan ekonomi keluarga yang tidak memungkinkan.


                Pendidikan adalah hak semua orang. Hal ini bersifat universal dan termasuk kunci paling dasar untuk membenahi keadaan suatu bangsa. Jika keadaan yang saya gambarkan tersebut masih banyak terjadi di negeri ini, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa negara telah gagal dalam menyediakan hak warga negara dan negara harus kembali ke titik nol (artinya semua orang harus dididik kembali) jika mempunyai keinginan kuat untuk membenahi bangsanya.


                Dunia pendidikan negara kita saat ini mengalami dilema akut. Terdapat jurang besar yang memisahkan keadaan pendidikan pada masing-masing individu. Pada individu yang bisa dibilang ‘mampu’, mereka bisa mengenyam pendidikan dengan layak sedangkan pada individu yang ‘tidak mampu’, pemerintah terkesan ogah-ogahan dalam memberi fasilitas pendidikan pada mereka. Padahal seperti yang saya sebutkan pada paragraf sebelumnya, pendidikan adalah hak semua orang. Artinya, pemerintah harus(dan wajib) memberi kesempatan yang sama pada semua orang di negeri ini untuk mengenyam pendidikan. Tanpa mempedulikan umur maupun keadaan ekonomi.


                Berhubung saya berada dalam lingkungan pendidikan yang layak, saya tak lantas merasa nyaman. Masih banyak hal yang harus diperbaiki dalam dunia pendidikan yang di depan tampak ‘bagus’ ini.


                Satu tahun yang lalu, saya mendaftar masuk SMA melalui Penerimaan Peserta Didik Baru jalur online. Setiap peserta diseleksi masuk dengan nilai rata-rata UN dan laporan hasil belajar. Dalam hasil seleksi ditampilkan urutan dari siswa yang nilainya tinggi hingga nilai ambang batas minimal diterima. Ambang batas minimal diterima ini ditentukan oleh masing-masing sekolah. Misalnya, sekolah SMA Negeri D, menerima 295 siswa dengan ketentuan nilai rata-rata rapor dan UN mencapai minimal 8,9. Artinya, sekolah ini hanya mau menerima 295 siswa dengan nilai minimal 8,9. Dibawah itu, maka dinyatakan out atau tidak diterima.


                Jadi dengan kata lain, sistem seleksi seperti ini memberikan sekolah kesempatan untuk memilih bibit siswa yang unggul. Hal ini bertentangan dengan hakikat sekolah. Menurut saya, sekolah adalah tempat bagi semua orang yang ingin menjadi pintar, bukan orang yang sudah pintar. Kalau dibiarkan seperti ini terus, maka di manakah orang bodoh menuntut ilmu? Sekali lagi saya tegaskan bahwa pendidikan adalah hak semua orang. Termasuk di dalamnya juga orang bodoh.


                Menginjak masalah ketiga, kita semua tahu bahwa pada akhir tahun ajaran selalu disampaikan laporan hasil belajar kepada wali murid masing-masing. Dan yang paling dipermasalahkan oleh orang tua kami, adalah peringkat. Bagi para penyandang peringkat satu, dua, tiga, tentu tidak masalah. Bagi siswa yang tidak kebagian peringkat, hal ini menimbulkan tekanan mental. Motivasi belajar tidak lagi murni ‘untuk mencari ilmu’ melainkan ‘untuk mencari peringkat’ dan mendapat penekanan dari keadaan sekitar. Apakah pantas kepintaran itu diadu? Ingat, kami adalah siswa, bukan ayam sabung. Kami tidak bisa belajar dengan tenang apabila sistem seperti ini terus ada di negeri ini. Mengapa kami harus saling menghancurkan sesama teman? Mohon diingat kembali, bahwa kami memang butuh diajarkan untuk berkompetisi, tapi betapa baiknya kalau sistem ini dihapus. Saya menyarankan agar sistem pendidikan di negeri ini membuat kami belajar untuk mengalahkan diri kami sendiri, bukan untuk saling mengalahkan orang lain.


                Akhir kata, saya berharap kedua pasangan berkompetisi secara sportif dan sehat, sehingga memberi contoh pendidikan politik yang sehat bagi semua orang. Saya harap siapapun presiden terpilih nantinya mampu membenahi sistem pendidikan di negeri ini dan bisa menjamin masa depan kami, pelajar Indonesia. Bukan mempermainkan dengan membuat kebijakan yang merugikan dunia pendidikan kita sebab masa depan bangsa berada di tangan kami.


    Salam hormat,



    ARMANIA BAWON KRESNAMURTI


    Siswi SMAN 1 Malang Provinsi Jawa Timur


    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 komentar:

    Posting Komentar

    Item Reviewed: [Surat Untuk Capres 2014] Berhentilah Mempermainkan Masa Depan Kami! Rating: 5 Reviewed By: Jingga Media
    Scroll to Top