Yth. Capres dan Cawapres NKRI
Bapak Jokowi-Jusuf Kala danBapak Prabowo-Hatta
di
Tempat
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Teruntuk seorang bapak calon pemimpin bangsa kami, seorang bapak dengan satu kepala yang akan menjadi sosok pengayom bagi jutaan kepala di Republik tercinta kami ini. Bapak yang bahkan belum pernah kami temui, namun sungguh kami kagumi. Di pundak Bapaklah kami sandarkan asa kami atas negeri ini. Sudikah kiranya diri Bapak menjadi penyambung jerit tangis kami?
Sistem Pendidikan…
Kami tak tahu seperti apa sistem pendidikan pada zaman Bapak dahulu. Namun kami yakin Bapak tahu seperti apa sistem pendidikan pada zaman kami ini. Semuanya serba abu-abu, tak dapat kami bedakan bagaimana itu putih dan bagaimana itu hitam. Yang putih kadang terlihat hitam dan yang hitam pun memaksa kami menganggap putih. Kami para pelajar? Apa yang seharusnya kami lakukan? Belajar, bukan. Bagi kami, belajar bukan hanya tentang bagaimana kami harus menguasai Matematika atau Fisika, melainkan tentang bagaimana kami bangga bahwa kami adalah seorang pelajar, bagaimana kami harus bangga tentang para pengajar yang mengajari kami kejujuran dan cara untuk berjuang dalam riak kehidupan, bagaimana kami harus bangga tentang dimana kami berada. Namun kini, tiada kebanggaan itu dapat kami junjung walau hanya setinggi mata kaki. Tak ada yang murni, hampir semua hasil manipulasi.
UN digadaikan dengan rupiah, nilai sekolah bukan lagi tentang sebuah jerih payah, melainkan hanya hasil sulapan dalam hitungan menit. Kami tahu para sosok yang kami anggap lentera dalam kebutaan kami akan dunia itu pun takut, namun bagi mereka ketakutan akan adzab Tuhan itu pun tiada harganya dibanding kehancuran masa depan kami. Bagi mereka, kami adalah putra-putri yang harus mereka jaga, putra-putri yang tetap harus mereka pertanggungjawabkan nasibnya. Karena di pundak belia inilah mereka sandarkan harapan agar tak lagi ada generasi yang dirundung ketakutan seperti mereka. Dan kami? Hak apa yang kami miliki sebagai seseorang yang mereka jadikan alasan untuk melakukan suatu kebohongan. Kebohongan yang secara tidak langsung kami harapkan, kebohongan yang secara tidak langsung mengirim kami pada ombak masa depan, dimana kenyataannya kami belum benar-benar siap tuk bersaing. Bukankah ini artinya kami dididik untuk korupsi? Apakah bapak di sawah yang membakar punggung bongkoknya di bawah terik matahari akan marah mengetahui semua ini? Apakah ibu yang setiap hari menggadaikan paru demi memasak pengganjal perut untuk kami akan marah mengetahui semua ini? Tidak, mereka hanya mengikuti alur emosi kami. Bagi mereka, apa yang akan kami makan besok dan darimana uang saku yang akan mereka berikan pada kami jauh lebih penting daripada untuk mengetahui seperti apa kami menjalaninya.
Kalau sudah begini, pada siapa harus kami limpahkan tanya dan amarah yang menggerus jiwa? Semua seolah bersikap acuh, tiada kepeduliaan. Bilamana semua ini kan berakhir? Liriklah kami di sini, generasi yang haus akan karakter bangsa. Televisi yang menjadi makanan sehari-hari kami kini minim edukasi. Yang ada hanya gambaran kehidupan yang disetting seapik mungkin, tanpa memikirkan dampak bagi mental para penonton, penggambaran pelajar dengan rok di atas lutut yang sangat menggelikan. Sidang kasus korupsi dan pelecehan seksual yang tiada henti silih berganti, diimbangi dengan pengurangan masa penjara atas terdakwa yang lain. Lantas dimana efek cedera akan lahir jika semua terlihat begitu mudahnya. Tak akan ada yang heran jika para generasi bermoral hanya tersisa hitungan jari. Bahkan kami pun kadang tak yakin apa Indonesia masih milik kami, mengingat betapa semua terasa jauh dari jangkauan kami, barang-barang impor berjejalan tiada beraturan, memaksa kami merogoh kocek lebih dalam untuk menikmati keringat lokal.
Bapak yang kami hormati, kami percaya Andalah pemilik jawaban atas setiap tanya yang bersemayam di benak kami. Anda yang telah mengikhrarkan diri untuk menjadi kepala bagi negara inilah yang kami percaya kan mendengar rintih pilu kami. Hentikan pendewaan uang. Sadarkan betapa negara ini masih memiliki berjuta generasi. Kami butuh sosok yang amanah. Sosok yang bersahaja dan dapat kami jadikan panutan tuk melangkah.
dari,
KARTIKA INDRIARINI
Siswi SMA Hasan Munahir Kabupaten Trenggalek Provinsi Jawa Timur
0 komentar:
Posting Komentar