Lamongan,19 Juni 2014
Yang terhormat, Bapak calon Presiden Indonesia
Assalamualaikum wr.wb.
Bapak calon Presiden Indonesia, apa kabar? Saya harap Bapak sehat, seperti saya saat ini. Bapak pasti sibuk. Saya tahu betul, Bapak repot blusukan kesana kemari mencari dukungan, semoga Bapak berhasil jadi Presiden yah. Pak, Bapak mau tidak mengabulkan satu permintaan saya. Simple kok Pak, Bapak tinggal duduk manis di taman menikmati udara segar sembari membaca sepucuk surat dari saya, Pelajar Indonesia. Bapak tahu tidak, saat ini saya sangat galau. Galau yang menerjang saya bukanlah galau biasa, Pak. Umumnya remaja seusia saya itu galau karena asmara. Namun galau saya ini bukanlah karena asmara, melainkan karena ujian nasional Pak. Saat ini saya sudah kelas XI SMA, tidak sampai dua tahun lagi saya akan menghadapi UNAS. Meski masih cukup lama, tapi saya benar-benar galau, Pak. Bagaimana tidak? Melihat dan mendengar berbagai masalah seputar UNAS, otak dan fikiran saya terganggu. Apa UNASnya tidak dihapuskan saja Pak? Eitss tenang Pak, saya akan menceritakan sedikit demi sedikit apa yang membuat saya berfikiran seperti itu.
Pertama, soal UNAS setingkat soal OSN. Kami mengemban harapan dan angan tak sedikit dipundak kami, Pak. Harapan guru, sekolah, dan orangtua. Tahun 2014 ada 20 tipe soal berbeda yang disediakan, apalagi soal UNAS juga tak sedikit memuat soal-soal OSN dan Alhamdulillah bahkan diantaranya ada soal yang berstandard Internasional. Soal UNAS 2014 sederajat soal OSN dan bersandard Internasional? Kami bukanlah anak-anak OSN, Pak. Kami juga tidak bersekolah di sekolah berstandard Internasional. Tetapi, kenapa soal UNAS seperi itu? Bagaimana dengan saya nanti kalau memang UNAS masih ada, bisa-bisa soalnya berstandard dunia akhirat, Pak. Oh iya, di Indonesia ada 33 provinsi loh, Pak. Apa bisa dipastikan tingkat pendidikannya sudah merata. Saya fikir belum, Pak. Boro-boro mendapat pendidikan yang setara, mereka yang tinggal di daerah terpencil bisa belajar dengan kondisi atap sekolah bolong-bolong saja sudah Alhamdulillah. Coba Bapak fikir, soal UNAS mereka disamakan dengan soal pelajar di kota-kota besar. Mungkin Bapak akan mengatakan “Soal disamakan agar adil.” Itu sangat tidak adil Pak. Kata guru PKN saya, adil itu menempatkan sesuatu sesuai pada tempatnya. Kalau soal UNAS disamakan untuk seluruh pelajar di Indonesia bukanlah keadilan Pak, tapi pemaksaan. Pak, Bapak belum capek membaca surat saya kan? Semoga saja belum Pak, karena masih ada permasalahan UNAS lainnya yang belum saya sampaikan.
Kedua, kecurangan menjadi Raja. UNAS 2014 unik, seru dan asik. Saya heran, kenapa ada opini seperti itu? Padahal saya perhatikan kakak kelas saya galau sebelum dan saat menghadapi UNAS, bahkan setelah UNAS pun galau lagi. Lalu, di mana letak unik, seru dan asiknya? Mungkin narasumber tersebut sangat pintar sepintar anak OSN, ataukah dia berbuat curang?Dari tahun ke tahun, tipe soal UNAS terus ditambah oleh Pemerintah dengan harapan tidak akan ada lagi kecurangan. Itu mustahil, Pak. Semakin banyak tipe soal akan semakain banyak kecurangan yang terjadi. Sebelum UNAS Pemerintah menggembor-gemborkan, “Soal UNAS tahun ini aman, dijamin tidak bocor” nyatanya? Alamak bocor juga. Loh, kok bisa? Katanya aman? Entahlah. Melihat UNAS 2014 ada kejadian yang mencengangkan, Pak. Kepala sekolah, guru dan siswa bersekongkol berbuat tidak jujur saat UNAS. Astagfirullah, dulu mereka yang menanam pohon kejujuran tapi saat UNAS seakan-akan pohon kejujuran tersebut mereka cabut hidup-hidup. Jika kejujuran telah menjadi kebenaran semu, lalu bagaimana pemimpin Indonesia sepuluh tahun kedepan. Sebaik dan sebagus apapun Bapak membangun bangsa ini, jika generasi penerusnya bobrok, bangsa Indonesia tak lama akan hancur, Pak. Siapa yang salah Pak? Pemerintah? Guru? Siswa? Atau sistem pendidikannya? Sudahlah Pak, UNASnya dihapuskan saja. Apa Bapak mau, dosa Bapak bertambah karena membiarkan kecurangan UNAS merajalela? Apa Bapak rela Indonesia hancur?
Kedua hal itulah yang terus membebani otak dan fikian saya, Pak. Kami belajar mati-matian selama tiga tahun. Tapi apa? Saat UNAS kami dihadapkan soal yang tidak seharusnya kami kerjakan. Mereka yang menegakkan kejujuran harus menelan biji Mahoni diantara mereka yang menelan coklat. Adilkah itu, Pak? Saya mewakili Pelajar Indonesia saat ini memohon, Pak. Saat Bapak jadi presiden nanti, Bapak tidak akan meletakkan presentase nilai UNAS diatas presentase nilai sekolah yang selama tiga tahun kami perjuangkan. Jika memang UNAS akan terus ada, maka perbaikilah UNAS, perbaiki sistem pendidikan bangsa ini. Saya tahu, Bapak tipe orang pemikir. Pikirkan bangsa Indonesia kedepan, Pak. Mau jadi apa, jika kejujuran sudah menjadi kebenaran semu. Bapak lelah yah? Kalau begitu sekian dulu Pak surat dari saya. Jika Bapak setuju dengan pendapat saya, mohon balasannya Pak.
Wassalamualaikum wr.wb.
Dari anakmu, Pelajar Indonesia yang akan menelan biji Mahoni saat UNAS 2016 nanti.
SHINTIA RICA MARDHATILLAH
Siswi SMAN 1 Sukodadi Kabupaten Lamongan Provinsi Jawa Timur
Kta nggk tau dngan apa bapak2 memimpin dan nggk tau siapa yg mmimpin nntinya .
BalasHapusTapi untuk UNAS bsok kmi minta kebijakan anda dg sbaik2nya, sbenarnya msh bnyak kelu2han anak bangsa,
Dan sya cma smpaikan slah stunya.
Terima kasih.