Sebentar lagi, negaraku tercinta, Indonesia akan mendapatkan “pengasuh” baru. Pemilihan presiden sudah di depan mata. Calonnya pun sudah ditentukan. Kampanye kedua kubu semakin gencar dilakukan. Media masa tak henti-hentinya mengabarkan persiapan menjelang pilpres 2014. Visi dan misi, program kerja, dan semua embel-embel berbau janji semakin ramai digembor-gemborkan. Siapa yang nantinya memimpin negeri ini? Jawabannya ada pada jemari jutaan penduduk Indonesia.
Aku menulis surat ini dengan ketidak tertarikanku pada dunia politik. Aku menulis surat ini dengan keterbatasan pengetahuanku tentang kepemimpinan dan semua hal yang berada di dalamnya. Aku menulis surat ini dengan ketidak sempurnaanku dalam mengolah aksara. Aku bukan pengamat politik. Aku bukan anggota pemerintahan. Aku bukan aktifis partai. Aku bukan penggerak organisasi masyarakat. Dan tentunya aku bukan seorang koruptor.
Aku menulis surat ini dengan menyandang peranku sebagai siswi SMA. Namaku memang belum tercatat sebagai pemilih, tapi perhelatan politik ini membuatku kembali menoleh pada kondisi bangsa ini dan turut berharap akan kemajuan bangsa nan elok ini dengan pemimpin barunya kelak. Aku tidak akan mengulas tentang visi dan misi ataupun program kerja. Aku tidak akan mengkritisi janji yang bapak capres/cawapres ucapkan. Tenang saja, Pak. Aku tidak akan mengusik tidur lelap bapak dengan suratku.
Bapak sekalian adalah sosok-sosok luar biasa dalam benak seorang pelajar sepertiku. Walaupun aku tidak mengenal bapak sebaik aku mengenal ayahku, tapi aku percaya bapak adalah orang dengan kepribadian istimewa yang menjadikan bapak pantas menyandang gelar presiden dan wakil presiden Republik Indonesia nantinya. Aku sangat mengagumi kemampuan bapak memikirkan apa yang akan dilakukan dan apa yang akan terjadi. Terimakasih bapak telah memikirkan nasib kami untuk lima tahun ke depan.
Bapak pasti paham betul harapan-harapan yang rakyat Indonesia gantungkan pada bapak. Sadar atau tidak, saat ini bapak adalah tempat kami melampiaskan harapan yang belum terpenuhi di periode lalu. Kami datang dengan membawa tuntutan keinginan yang mau tidak mau harus bapak penuhi –agar bapak tidak menjadi kambing hitam kami-. Kami ada untuk memberatkan pekerjaan bapak. Kami ada untuk menguak jati diri bapak yang mungkin akan benar-benar terlihat selama lima tahun ke depan.
Permasalahan klise negeri ini seperti kemiskinan, kesenjangan sosial, korupsi, penegakan hukum, kesehatan, pendidikan, ekonomi, bencana alam, sampai kemacetan, sudah barang tentu menjadi permasalahan pokok yang harus dijanjikan jalan keluarnya dalam kampanye demi menarik simpati masyarakat. Hal itu juga menjadi daftar teratas dalam program kerja yang harus segera dituntaskan setelah bapak terpilih menjadi pasangan di kursi nomor satu pemerintahan.
Cukup. Aku tidak akan menyebutkan satu per satu aib bangsa ini. Aku akan menyampaikan suaraku sendiri mengenai hal yang mungkin terlewatkan dari serangkaian acara pemilihan pemimpin negeri. Harapanku cukup sederhana. Tak ubahnya harapan dari seorang remaja putri yang sedang merindu. Rindu akan sosok pemimpin sejati yang namanya akan selalu hidup dalam hati umatnya. Ya, bapak tentu tahu siapa sosok itu. Sosok yang berhasil menebar kedamaian dan kesejahteraan bagi umatnya. Sosok khalifah sebenar-benarnya khalifah.
Khalifah. Aku tertegun tiap kali mendengar kata itu. Allah SWT telah menunjuk manusia untuk menerima amanah khalifah atau pemimpin di muka bumi. Inilah yang kadang terlupakan oleh sebagian besar manusia. Lupa akan makna khalifah yang Tuhan titipkan pada kita semua. Hingga akhirnya, jangankan memimpin sekumpulan orang. Memimpin dirinya sendiri saja manusia sudah tidak mampu.
Inilah harapan sederhanaku tentang pemimpin negeri ini. Aku tidak menginginkan pemimpin dengan bualan janji hebat yang hanya sebatas janji. Aku tidak menginginkan pemimpin dengan intelejensi tinggi. Aku tidak menginginkan pemimpin dengan pangkat yang ditakuti. Aku tidak menginginkan pemimpin dengan kepiawaian orasi. Dan aku tidak menginginkan pemimpin yang tidak mengenal religi.
Aku tidak peduli jika suratku hanya dianggap ocehan tidak berguna semata. Surat ini adalah keinginan terbesarku tentang seorang pemimpin. Siapapun nanti yang akan menjadi pemimpin RI. Aku ingin bapak membawa kami kembali ke kekhalifahan manusia. Aku mendambakan sosok pemimpin bersahaja yang dekat dengan Tuhannya. Aku merindukan seorang pemimpin yang menangis saat dititipkan amanah untuk memimpin negeri. Teduh sosoknya dan baik akhlaknya. Aku sungguh menginginkan seorang pemimpin yang tahu betul arti amanah kepemimpinan yang telah dititipkan padanya.
Karena dengan semua itu, kejujuran, kearifan, kebijaksanaan, ketegasan, keadilan, kesabaran dan kelembutan akan terpancar dengan sendirinya tanpa harus ditulis dalam spanduk kampanye. Semoga dengan bapak yang selalu berusaha meneladani kepemimpinan Rasullullah, negara kita akan menjadi negara dengan segala kemakmuran, kemajuan, dan diberkahi Allah SWT. Amin.
Dari,
TINA SONIA
Siswi SMAN 1 Babakan Kabupaten Cirebon Provinsi Jawa Barat
0 komentar:
Posting Komentar