Hai Bapak Capres dan Cawapres, dengarlah curahan hati kami. Curahan hati yang terpendam selama bertahun-tahun ini. Baca dan simaklah goresan pena kami, sang pelajar Indonesia. Dengarlah setiap kerinduan hati kami untuk negeri ini. Cobalah lakukan sesuatu untuk kami dan bangsa ini. Biarlah apa yang kami harapkan dapat kau wujudkan. Jangan membuat kami menunggu. Menunggu sesuatu yang tak pasti. Menunggu semua omong kosong yang tak terhenti. Menunggu janji-janji yang tak kunjung datang. Menanti setiap perkataan yang tak terucap. Menanti Indonesia yang lebih baik dan berdedikasi penuh. Tunjukkan bahwa harapan kami kepadamu tak sia-sia. Buktikan kepada para lawanmu bahwa segala janjimu tepat teratasi. Bentangkanlah sayapmu diatas langit agar kami dapat berlindung dibawah naungan sayapmu. Perlihatkan taring tajammu ke atas segala bangsa agar mata mereka tertuju padamu. Perlihatkan cakarmu yang runcing agar para bangsa mengakui kekuatanmu.
Kami anak bangsa, penerus generasi merah putih. Merah darah kami, putih tulang kami. Merah putih serasa melekat dalam tubuh ini. Menyatu dalam setiap detak jantung kami. Jangan biarkan perkembangan pendidikan kami terhambat. Jangan biarkan ketidakadilan dalam dunia pendidikan membuat kami merusak istana negaramu. Jangan biarkan kecerobohan pejabat dalam menangani unas menjadi pintu masuk bagi mereka yang tak jujur. Biarkanlah kami belajar dengan tenang dan damai. Biarkanlah kami mengejar cita-cita kami demi membangun Indonesia yang lebih baik. Biarkanlah kami bercahaya diantara negara-negara lain. Liriklah kami, anak-anakmu! Kami butuh perhatian dari Bapak Bangsa. Kami butuh perlindungan dari Pemimpin Negara. Mendengar suara rakyat kecil memang tak salah, namun mendengar suara para pelajar bangsa juga penting. Jangan biarkan rasa iri ini muncul dalam hati kami. Jangan biarkan kepercayaan kami terhadap Bapak pupus begitu saja. Kami akan selalu menanti, mendukung, dan membela Bapak. Sekalipun musuhmu bersiap untuk menyerang. Kami putra putri Bangsa Indonesia dengan segenap hati dan segenap jiwa akan menaklukan dan melumpuhkan mereka. Jangan anggap rendah kami. Karena kami pun mampu menjadi tonggak tanah air ini. Kami akan berusaha sekuat tenaga membawa nama baik tanah air Indonesia di mata seluruh bangsa dan negara. Asalkan Bapak bersedia mendengar dan menjawab setiap seruan kami.
Kami semua adalah anak-anak penggila dunia pendidikan. Kami sangat haus dan lapar akan ilmu pengetahuan. Sayang, kami tak memiliki cukup biaya untuk membeli ilmu itu. Bahkan di usia dini ini kami harus mendapatkan dua pilihan yang saling beresiko. Pilihan untuk bekerja di dunia yang keras ini demi menghidupi diri. Dan pilihan untuk menuntut ilmu setinggi langit namun tak sanggup memenuhi kehidupan. Terkadang kami merenung, terkadang kami berimajinasi. Kapankah kami akan dipandang oleh banyak orang ? Kapankah kami akan dihormati oleh orang lain ? Kapankah kami akan menjadi kebanggaan bagi orang tua dan bangsa ini ? Kapankah semua harapan kami terwujud ? Dear Pak Capres, dengarlah suara kami! Suara yang menuntut belas kasihan. Suara yang mengharapkan pertolongan. Suara yang menantikan jawaban-jawaban atas pikiran kami. Sudah terlalu lama kami menanti. Sudah terlalu berat kami merasakan. Sudah terlalu sakit kami memikul. Kau tahu apa yang terjadi, kau tahu apa yang kami alami, kau tahu apa yang kami butuhkan, kau tahu apa yang dambakan. Namun, hingga detik ini, kehidupan kami tak kunjung membaik. Penderitaan kami tak kunjung berhenti. Kami ini pahlawan kecil yang membutuhkan sebuah ilmu. Kami ini pejuang kecil yang bertahan di tengah siksaan zaman. Di usia pelajar ini, kami masih harus mencari nafkah demi menghidupi jiwa kami. Bahkan kami sering dijadikan ajang untuk mencari keuntungan pribadi. Bukan ini yang kami harapkan. Kami tidak berharap menjadi seorang pecundang yang meminta-minta. Kami tidak berharap menjadi alat penghasil harta kekayaan. Yang kami butuhkan adalah pendidikan di usia dini. Yang kami inginkan adalah ilmu untuk menunjang kehidupan kami. Hingga detik ini pun, masih banyak diantara kami yang terhambat pendidikannya. Masih banyak diantara kami yang telah putus dunia pendidikannya. Masih banyak diantara kami yang mendapat ancaman untuk terus menghasilkan uang. Masih banyak diantara kami yang berharap agar kehidupan mudanya tak berakhir sia-sia di pinggir jalan. Terkadang kehidupan yang sulit membuat mereka berhenti berharap. Kehidupan yang keras membuat mereka mengorbankan pendidikan. Kehidupan yang tak adil membuat mereka mendapatkan ancaman-ancaman yang menakutkan. Apabila sekarang Bapak membaca surat ini. Aku hanya ingin berpesan bahwa masih banyak diantara kami, para generasi muda yang masih terbelit masalah ekonomi. Masih terbelit dalam ancaman-ancaman yang mengerikan. Pandanglah anak-anakmu di pinggir jalan. Pandanglah anak-anakmu di tempat-tempat kumuh. Pandanglah anak-anamu di tiap kolong jembatan. Anak-anak muda yang sepatutnya mendapat ilmu. Anak yang sepatutnya mendapat pengetahuan. Mereka hanya bisa termangu dalam situasi itu. Mereka hanya bisa berdiam dalam kondisi itu. Mereka hanya bisa berharap mendapat kehidupan yang lebih baik. Dan mereka berharap agar pemimpin negara datang menyelamatkan mereka di tengah ketidakadilan.
Dari,
STEPHANI LARISSA
Siswi SMA Kristen Santo Stanislaus Surabaya Provinsi Jawa Timur
0 komentar:
Posting Komentar