Yang terhormat calon presiden dan calon wakil presiden Republik Indonesia tahun 2014-2019, Bapak Joko Widodo dan Bapak Jusuf Kalla.
Saya adalah seorang pelajar yang berasal dari keluarga yang sederhana. Sejak duduk di bangku sekolah dasar hingga sekolah menengah atas saat ini, saya telah merasakan berbagai jenis macam pendidikan yang berbeda. Dari kurikulum yang tidak menentu dan dari proses pendidikan yang cenderung diabaikan. Saya menyebut sistem pendidikan yang saya alami hingga saat ini sebagai “Sistem Pendidikan Banjir Perumahan”.
Sebelum saya menjelaskan lebih lanjut segala sesuatu dengan detail, saya ingin menyampaikan sesuatu hal. Pertama, saya sangat berterimakasih pada pihak-ihak yang berusaha mencerdaskan kehidupan di negari ini. Saya sangat mengapresiasi segala bentuk usaha dan harapan yang telah dibangun. Saya juga memahami, untuk menuju pada suatu titik terang kemakmuran di dalam dunia pendidikan, tidaklah semudah berjalan di atas aspal yang telah rata. Kedua, saya menulis surat ini bermaksud untuk menyampaikan segala sesuatu yang telah saya rasakan dari dunia pendidikan di negeri ini. Disini, saya tidak bermaksud untuk menyinggung atau mencela salah satu pihak dimanapun. Saya hanya berharap, melalui surat ini akan terjadi sedikit perubahan melalui Anda, calon presiden dan calon wakil presiden yang saya hormati.
Sekarang saya akan menjelaskan mengapa saya menyebut sistem pendidikan di negeri ini sebagai Sistem Pendidikan Banjir Perumahan. Pertama, banjir perumahan pastilah terjadi akibat proses hidrologi, yang kemudian menghasilkan air hujan yang turun. Nah, dari air hujan itulah akan menambah debit air di dalam air sungai. Dari sungai itu juga akan dapat menimbulkan luapan yang menimbulkan banjir. Atau bahkan banjir datang akibat tanah yang tidak sanggup melakukan penyerapan terhadap air hujan yang telah turun. Apa yang terjadi saat banjir di perumahan? Orang-orang akan sibuk menanggulanginya, menyebut-nyebut kesalahan, mengapa harus ada air hujan yang turun? Nah, dari sini mereka cenderung lupa, hujan turun dari proses apa? Ah, mungkin Anda berpikir, mengapa proses hujan harus diperhitungkan? Toh, kalau tidak ada proses, hujan tidak akan turun. Memang benar ungkapan itu. Dari sini saya berfikir, kalau tidak ada proses pendidikan, anak yang berkualitas tidak akan dihasilkan.
Mengapa saya disini menyatakan tidak ada proses pendidikan? Karena penentuan masa depan dari SD ke SMP, dari SMP ke SMA hanya menggunakan nilai Ujian Nasional semata. Selama enam tahun belajar, hanya ditentukan tiga hari untuk sedih atau bahagia. Begitupula untuk jenjang dari SMP ke SMA. Proses belajar selama bertahun-tahun, yang mestinya merupakan pendukung alamiah diabaikan begitu saja. Begini, jika seorang anak yang pandai sedikit mengalami gangguan kesehatan, ketika ujian nasional, pastilah hasilnya tidak akan sesuai dengan kualitas sejatinya. Ketika dia mendapat hasil yang kurang memuaskan, dia tidak akan sanggup memasuki sekolah yang harusnya dia layak berada disana. Mengapa? Karena sekolah melakukan sistem pendaftaran dari hasil Ujian Nasional. Rapot yang telah terisi angka-angka yang indah, yang dibangun selama bertahun-tahun, diabaikan begitu saja.
Saat banjir di perumahan, pihak dengan uang yang melimpah akan memakai perahu motor untuk dirinya, bukan rakit. Maksudnya, saat ujian nasional dimulai, pihak dengan uang yang melimpah akan mencari atau membeli sebongkah kunci jawaban dengan semudah-mudahnya dan instan. Sedangkan pihak yang lain akan mendayung perlahan, melalui proses yang nyatanya diabaikan, yang usaha lebihnya itu cenderung disia-siakan.
Kemudian, sebelum perumahan dibangun, harusnya diberikan suatu sistem untuk mencegah terjadinya banjir. Tapi nyatanya ditulisan ini, telah terjadi banjir didalam perumahan itu. Artinya, perumahan itu dianggap layak, padahal belum layak. Seperti kurikulum yang cenderung berubah-ubah, setiap pergantian menteri baru. Kurikulum itu dianggap siap, padahal belum siap. Artinya, jangan selalu terburu-buru untuk mengganti kurikulum yang dianggap gagal.
Demikianlah yang dapat saya sampaikan, saya disini tidak bermaksud menggurui ataupun merasa yang paling benar. Saya tahu dalam tulisan ini terdapat banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu saya mohon maaf dan saya mengharapkan bimbingan Anda. Terimakasih.
ASRI SETYORINI
Siswi SMAN 1 Kedungwaru Kabupaten Tulungagung Provinsi Jawa Timur
0 komentar:
Posting Komentar