Yth. Bapak Calon Presiden dan Wakil Presiden RI periode 2014-2019
Sebagai seorang pelajar Indonesia, saya cukup kecewa dengan proses demokrasi di Indonesia. Maraknya politik uang masih mewarnai potret pesta demokrasi. Tidak hanya itu, berita tentang penggelembungan suara juga menjadi topik utama dalam berita baik di media cetak maupun media elektronik. Sebagai seorang rakyat yang mengawal proses demokrasi, hal ini tentunya telah menodai pelaksanaan demokrasi yang digadang-gadang telah terselenggara dengan lancar dan damai. Para pemilih tidak lagi mampu memilah dan memilih sesuai hati nuraninya. Uang telah membeli hak rakyat untuk bersuara, membeli hati nurani rakyat untuk berbicara, dan menutup mata hati rakyat untuk melihat sosok pemimpin yang tepat.
Dari sederet potret suram penyelenggaraan pesta demokrasi, terbesit angin segar, yaitu cara baru berdemokrasi dengan mengikutsertakan partisipasi rakyat yang besar dalam hal pendanaan. Menurut saya, hal ini merupakan salah satu wujud praktik demokrasi yang nyata dan juga salah satu bentuk transparasansi kehidupan demokrasi. Selama ini, pesta demokrasi terkesan ditutup-tutupi sehingga menimbulkan suatu “stigma negatif” dan jauh dari makna demokrasi sebenarnya.
Menyoroti berbagai masalah yang ada di Indonesia, tentunya tidak hanya di bidang politik, tetapi juga ekonomi, pendidikan, sosial budaya, dan masih banyak lagi. Kita tidak lagi dapat memandang sebelah mata merebaknya berbagai penyimpangan sosial seperti kasus pelecehan seksual, pemerkosaan, tawuran, dan tindakan kriminal lainnya. Bahkan, tidak jarang penyimpangan tersebut dilakukan oleh para pemuda dan pelajar yang seharusnya menjadi pionir pembangunan bangsa. Sistem pendidikan seolah-olah hanya mencetak generasi pintar tanpa meletakkan pondasi moral dan budi pekerti yang kuat pada siswa. Melihat hal ini, maka tidak heran jika berbagai kasus korupsi semakin marak terjadi. Uang yang seharusnya menjadi milik rakyat, tetapi malah digerogoti oleh para tikus berdasi untuk kepentingan pribadinya. Sungguh sangat disayangkan apabila hal ini tetap saja diabaikan. Saya berharap calon Presiden dan Wakil Presiden yang nantinya menjabat, harus secepatnya menyelesaikan berbagai masalah yang telah mengakibatkan Indonesia berada di jurang kehancuran dengan adil dan tegas.
Saya pernah membaca postingan sebuah blog tentang ajaran kepemimpinan dan sangat tersentuh dengan kata-kata yang termuat dalam blog tersebut. Dalam blog tersebut tertulis kutipan dari sebuah kitab Arthasastra, yang merupakan sebuah kitab yang bernafaskan nilai-nilai kepemimpinan yang universal. Termuat untaian kalimat : “Apa yang menjadikan pemimpin senang bukanlah kesejahteraan, tetapi yang membuat rakyat sejahtera itulah kesenangan seorang pemimpin. Bagi seorang pemimpin sumpah sucinya adalah kesediaan bekerja. Pengorbanan dalam urusan pemerintahan adalah pengorbanan sucinya. Baginya adalah penasbihannya kebahagiaan rakyatnya adalah letak kebahagiaan pemimpin. Apa yang berguna bagi rakyatnya adalah berguna bagi dirinya sendiri. Apa yang berharga bagi dirinya sendiri belum tentu bagi Negara. Apa yang berharga bagi rakyatnya adalah berguna bagi dirinya. Maka hendaklah pemimpin giat memajukan kesejahteraan. Akar kesejahteraan adalah bekerja sedangkan malapetaka adalah kebalikannya.”
Harapan saya sebagai rakyat Indonesia bagi Presiden dan Wakil Presiden periode 2014-2019, saya ingin Garuda yang selama ini terlelap, bisa bangkit kembali dan terbang mengangkasa untuk meraih masa depan Indonesia yang lebih cerah. Jangan pernah biarkan Garuda terlelap lagi dalam kegelapan langit Indonesia. Garuda harus bangkit dan berdiri dengan bangga di atas kaki sendiri. Saya ingin melihat senyuman dari rakyat Indonesia. Terutama bagi para pelajar, saya sangat berharap pendidikan ini dapat dinikmati oleh semua kalangan sehingga tidak ada lagi diskriminasi. Bagimanapun juga, masa depan bangsa yang cerah tergantung pada sumber daya manusia yang dihasilkan dari proses pendidikan. Dengan demikian, akan terwujud wajah Indonesia baru. Indonesia yang lebih maju. Sekali lagi, akan bagaimana wajah Indonesia ke depannya, tergantung di tangan pemimpin yang menjabat kekuasaan. Pemimpin harus mendengarkan, melihat, memutuskan, dan bekerja dengan hati nurani rakyat, bukan berdasarkan ambisi dan keputusan pribadi pemimpin. Hal yang patut diingat bahwa Leroy Eimes pernah mengatakan pemimpin adalah mereka yang mampu melihat lebih banyak dari orang lain, yang mampu melihat lebih jauh daripada orang lain, serta mampu melihat segala sesuatu sebelum orang lain. Merdeka!
Sekian surat dari saya, mohon maaf apabila ada kata-kata yang kurang berkenan di hati. Tak ada gading yang tak retak, tak ada manusia yang sempurna.
Singaraja, 17 Juni 2014
Dari suara pelajar Indonesia,
MADE DARMAPRATHIWI ADININGSIH
Siswi SMA Negeri 4 Singaraja Provinsi Bali
0 komentar:
Posting Komentar