728x90 AdSpace


  • Terbaru

    Jumat, 14 Agustus 2015

    [Peserta Lomba Menulis Surat] Sepucuk Surat untuk Ibu Pertiwi

    Ku lihat Ibu pertiwi

    Sedang bersusah hati

    Air matanya berlinang

    Mas intanmu terkenang


    Teruntuk ibuku...

    Bolehkan aku memanggilmu Ibu? Aku hanya ingin mengucapkan Selamat Ulang Tahun yang ke -70

    Ibu, bagaimana kabarmu hari ini?

    Apakah air mata Ibu sudah tidak berlinang lagi?

    Ataukah Ibu masih bersusah hati melihat tingkah laku anak-anakmu saat ini?


    Aku adalah salah satu anakmu yang dilahirkan dan tumbuh besar di Negeri ini, belajar bersama dalam segala hal, berbaur menjadi satu kesatuan, untuk bersama-sama menata sebuah masa depan. Ibu sudah lama aku melupakanmu dan hanya berpikir tentang diriku sendiri. Hingga pada saat itu aku dikejutkan dengan suatu kejadian yang sontak merubah mata batinku. Ku lihat di jalanan itu segerombal orang dengan mata menyala mengempalkan tangan mereka, aku merasakan ketakutan yang begitu hebat pada saat itu Ibu. Mereka bersorak keras dan kepalan tangan mereka diacung-acungkan ke udara. Aku hanya bisa terdiam dan menahan napas melihat api tiba-tiba muncul dari ban-ban yang dibakar, beberapa yang lain mencoret-coret tembok dengan tulisan yang mengandung provokasi, mendobrak gerbang kantor yang mereka gunakan untuk area demonstrasi, serta yang lainnya membakar dan menginjak-nginjak foto orang yang mereka kecam. Aku tahu Ibu, mereka ingin menyuarakan pendapatnya, mereka hanya ingin didengar, mereka hanya ingin opini mereka diketahui, mereka ingin bebas menyatakan pendapatnya di muka umum. Tetapi Ibu, apakah kebebasan seperti ini yang engkau inginkan? Kebebasan yang meninggalkan kerusakan pada fasilitas umum, dan menimbulkan kecemasan untuk anak-anakmu.


    Waktu terus berjalan, kuputuskan untuk melupakan ketakutan itu, ku coba untuk menghilangkan rasa takutku seperti matahari yang mampu menghilangkan embun paginya. Tetapi Ibu, perjalananku tidak sepenuhnya menyenangkan, apa yang aku lihat di jalan itu membuat rasa takutku meningkat. Dalam ruang kelas aku pun mencoba berbaur dengan aroma pelajaran. Pada saat itu, guru BK memberikan materi mengenai narkoba dan pergaulan bebas pada remaja. Itu adalah materi yang tidak begitu asing lagi bagiku, sudah sering guru BK menyampaikan materi ini, dan sering pula aku tidak memperhatikannya. Tapi entahlah ada angin apa saat itu aku sangat antusias sekali untuk mendengarkannya.


    Ibu, setelah aku memperhatikan penjelasan guruku itu, aku dapat menarik kesimpulan bahwa kini Negeriku sedang terpuruk, masalah narkoba dan pergaulan bebas sedang menggerogoti jiwa anak-anakmu Ibu. Anak-anak muda yang seharusnya mempunyai masa depan yang cerah, ternodai dengan hal-hal yang tidak terpuji. Aku tidak tahu harus berbuat apa Ibu? Aku pun juga merasa khawatir dengan masa depanku sendiri. Berbicara mengenai persoalan Negeri ini, mungkin tidak akan ada habisnya. Korupsi, Kesenjangan Sosial, Diskriminasi, Kemiskinan, serta persoalan lainnya adalah hal-hal yang mengisi lembaran buku Negeri ini. 70 tahun bukanlah umur yang baru lagi, namun 70 tahun adalah umur yang sudah sangat ideal untuk belajar dari berbagai keterpurukan bangsa di masa lalu, untuk perbaikan di masa yang akan datang. Dirgahayu Republik Indonesiaku!


    Di Kemerdekaan yang ke-70 tahun ini, aku senantiasa menaruh harapan kepada para pemimpin Negeri ini. Aku percaya bahwa mereka akan menjalankan amanatnya dengan sebaik-baiknya dan menjadikan Indonesia lebih baik di suatu saat ini.


    Ibu Pertiwiku..


    Surat ini adalah buah karya anakmu yang selama 17 tahun hanya bisa menginjak tanahmu, minum air darimu dan belum bisa berkontribusi untukmu. Maafkan aku belum bisa menjadi anak yang baik yang dapat membawa perubahan negeri ini ke arah yang lebih baik. Maafkan aku selama ini sudah melupakanmu. Aku masih ingat sekali saat itu aku pertama kali mengenalmu. Dulu waktu pertama kali aku mengenalmu, pada saat aku disuruh guruku untuk menyanyikan lagu ciptaan Ismail Marzuki “Ku lihat Ibu Pertiwi”. Jujur, kala itu aku hanya berpikir kamu adalah seorang Ibu yang mempunyai anak bernama Pertiwi dan itu merupakan hal yang wajar untuk anak kecil yang sedang belajar menghitung seperti aku. Namun setelah aku mulai bertambah remaja, aku semakin tahu tentang Ibu yang dimaksud daalam lirik lagu tersebut. Bukan Ibu yang mempunyai anak bernama Pertiwi, melainkan Ibu dari seluruh anak Nusantara ini. Ibu pemilik Sabang sampai Merauke. Tidak salah para pendahulu memanggilmu Ibu Pertiwi, kau selayaknya seorang Ibu, kau diusik tapi kau tetap sabar, kau dijahati tapi tak pernah membalas, kami melecehkanmu tapi kau memberi rasa sayang, kasih sayangmu tak pernah putus untuk semua anak-anakmu.


    Sekarang Aku sudah mengenalmu, Kamu adalah Ibu dari setiap anak di Nusantara. Maafkan dosa sebagian anakmu yang suka mengambil mainan saudaranya dan menjadikannya Istana mainan untuk dirinya sendiri.  Karena Ibu tak salah melahirkan setiap Insan, layaknya Tuhan yang tak pernah salah menciptakan kita. Ibu dari setiap tangisan sebuah kelahiran, Ibu yang menemani duka di setiap kematian. Selamat ulang tahun Ibu, Kau akan terus hidup sampai semua hilang bersama sasangkala atau bersama anak terakhir yang berdiri di Nusantara. Merdeka atau mati!, mati atau kehilangan Ibu Pertiwi!. Karena tanpa seorang Ibu tak akan pernah ada lagi kelahiran Putra Putri Bangsa Indonesia.


    Ibu, terimalah sepucuk surat ini dari anakmu, bacalah. Aku mengirim surat ini khusus untukmu, karena aku tidak tahu kepada siapa lagi aku harus mengadu. Sekali lagi, Selamat Ulang Tahun yang ke-70.


    JAYALAH INDONESIAKU!



    Tertanda


    Anakmu


    Ady Kuswantoro

    Siswa SMAN 1 Geger Madiun Provinsi Jawa Timur
    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    3 komentar:

    1. Bagusss !! Kereen!! Lanjutkan terus karya - karyamu :)

      BalasHapus
    2. Wuihh,, keren banget di,,,
      Kata-kata mu tersusun sangat rapih dan sustematik
      Dan dg pemilihan kata-kata yang luar biasa,,

      BalasHapus

    Item Reviewed: [Peserta Lomba Menulis Surat] Sepucuk Surat untuk Ibu Pertiwi Rating: 5 Reviewed By: Jingga Media
    Scroll to Top