Kepada Indonesia
Hai Indonesiaku, perkenalkan aku salah satu dari putra-putrimu yang masih ingin dan terus ingin namamu berkibar lebih tinggi di mata dunia. 70 tahun kau telah melebarkan sayapmu, kurun waktu yang sangat lama berbanding terbalik dengan diriku yang masih sangat belia untuk membicarakan kekuranganmu. Harus kuakui, aku terlahir di tanah yang sangat luas, penuh dengan kekayaan alam dan penuh dengan moral serta nilai-nilai kehidupan. Mengingat itu semua aku menjadi takut dan malah merasa malu sering mengumpatmu dengan kata-kata yang kasar. Aku merasa aku tidak cukup pantas membicarakan itu semua, karena memang belum ada yang mampu aku persembahkan untukmu. Sebelumnya aku minta maaf karena di hari ulang tahunmu ini aku bukan memberi kado istimewa, aku malah akan membuat surat yang dilandasi keprihatinan dan kesedihan serta air mata. Mungkin lebih tepatnya surat pengaduan atas ketidakadilan yang kualami.
Indonesiaku, aku termasuk putrimu yang menjunjung tinggi nilai kejujuran. Aku termasuk putrimu yang sangat ingin keadilan ditegakkan. Aku mencintaimu tanpa batas. Aku selalu beranggapan kau yang terbaik. Meskipun aku tahu pemberitaan negatif tersebar luas membicarakanmu. Indonesiaku, aku tidak menghiraukan itu semua. Aku masih tulus mencintaimu.
Pokok permasalahan yang menjadi tangisanku adalah ketidakadilan negeri ini. Dimana aku melihat “UANG DI ATAS SEGALANYA” Tapi Indonesiaku, yang ingin aku bahas adalah bagaimana bisa pendidikan yang suci dimanipulasi oleh uang?
Indonesiaku, aku adalah salah satu putrimu yang sangat mementingkan pendidikan. Sejak kecil aku terbiasa dengan pena dan buku. Aku terbiasa tidur malam untuk membaca. Aku terbiasa meluangkan watuku untuk mencharger mimpi-mimpiku agar menjadi nyata.
Titik awal keresahanku adalah ketika aku di bangku SMA. Di mataku SMA adalah gerbang awalku menjemput semua cita-cita itu. Dengan susah payah namun kunikmati semua pengorbanan itu. Dari pergi sekolah jam 06:30, KBM sampai pukul 14:30 dilanjutkan dengan pelajaran tambahan hingga pukul 15:30. Belum cukup sampai disitu aku bimbel sampai pukul 18:00 dan baru bisa menapakkan kaki kembali dirumah pukul 18:30. Menakjubkan bukan? Setengah tujuh bertemu di setengah tujuh, dua belas jam penuh aku mengisi otakku, mencharger mimpi-mimpiku agar terwujud. Sering aku merasa lelah dan tak jarang aku terkulai lemah di atas tempat tidur. Tapi aku selalu meyakinkan diriku bahwa ini langkah awalku mendulang emas.
Akhir semester, aku sangat menggu hari itu. Hari penentuan dari hasil kerjaku selama setahun. Ternyata aku tidak perlu membuat orang tuaku terlalu banyak mengoceh tahun ini. Nilaiku cukup membuat mereka dan tentunya diriku sendiri tersenyum puas.
Tapi aku dikejutkan dengan kenyataan teman satu angkatanku, mendapatkan nilai nyaris sempurna dengan predikat hampir semuanya A. Orang yang sangat terkenal di sekolahku sebagai kalangan sosialita yang memiliki otak kosong. Orang yang notabene pernah kedapatan mencotek dan membawa contekan ketika ulangan. Orang yang terkenal tidak memiliki nilai akademis walau 0,01 sekalipun.
Begitu terkejut dan terpukulnya hati ini. Betapa sakit diri ini yang banting tulang 12 jam mencari ilmu untuk masa depan, dikalahkan oleh kalangan sosialita. Aku menggerutu, marah, mengadu tapi apa daya semua perkataanku hilang perlahan terbawa waktu. Sering ku tanyakan pada guru, sering ku keluhkan pada guru tapi mereka hanya mencoba menenangkan, tidak memberi jawaban apa yang telah terjadi.
Aku tahu Indonesiaku, dalam diam kau memperjuangkan hak-hak orang sepertiku. Malah akulah yang selalu menyalahkanmu. Dari sudutmu yang lain, aku tahu banyak orang di luar sana yang kau utus untuk melindungi hak orang-orang sepertiku. Aku bersyukur, sangat bersyukur Indonesiaku. Tapi itu semua membuat kami bertanya apakah kami masih dianggap menjadi bagian darimu? Orang-orang seperti diriku merasa tersisih, merasa dianaktirikan.
Indonesiaku, aku berdoa untuk perubahanmu, aku berdoa untuk kemajuan negaraku. Maafkan aku yang masih sering mengeluh, bahakan masalah sekecil inipun aku mengeluh.
Indonesiaku, tolong doakan aku dan putra-putrimu agar tetap kokoh berdiri ditengah goncangan untuk menjadi generasi harapan bangsa yang mampu jujur serta tidak serakah dalam mengambil kekayaanmu.
Semoga aku bisa menjadi bagian dari kemegahanmu esok hari. Terima kasih untuk tanah yang setiap hari aku pijak dan untuk langit biru yang senantiasa menjadi atap kehidupanku.
Sekali lagi aku minta maaaf atas keluhanku, dan aku berdoa yang terbaik untukmu.
Dirgahayu Indonesiaku.
Lutfianes Mellinia Alhusna
Siswi SMAN 1 Indralaya Provinsi Sumatera Selatan
0 komentar:
Posting Komentar