Teruntuk : Indonesiaku terkasih,
Dari : Aku yang hampir malu karenamu.
Masihkah kabarmu baik wahai negeri yang selalu ku cinta?
Entah mengapa luka hati ini tak kunjung membaik setelah mendengar engkau wahai ibu pertiwiku menangis, menahan rasa kecewa terhadap perilaku masyarakatnya, mengerang kesakitan melihat tingkah remajanya, menggali dalam-dalam rasa tak sanggup untuk menafkahi manusia perbatasannya, dan terlebih lagi menahan amarah yang teramat terhadap para pemimpinnya.
Rasanya obat paling mujarab untuk luka pun, tak mampu mengobati, bahkan hanya meringankan rasa sakit yang ditimbulkan manusia sebangsa dan setanah air sendiri pun tak mempan. Apa lagi yang mampu terucap setelah banyak sekali kejadian yang mempermalukan Bangsa Indonesia dimata Internasional?.
Namun, belum usai rasa bangga terhadap engkau wahai bangsa permaiku, orang nomer satu se-Amerika pernah mengenyam masa pendidikan di dalam genggamanmu wahai negeri masyhurku, juga salah satu orang dengan IQ tertinggi sedunia pun keluar dari rahim seorang pribumi dan terlahir sebagai manusia asli Indonesia, beliau tak pernah mengingkari bahkan beliau bangga pernah terlahir ditanah sesubur Indonesia. Karena itu aku bangga padamu.
Hamparan pantai nan indah Lombok, desiran ombak nan cantik Bali, sejernih laut Raja Ampat Papua, surga bawah laut yang tak terputus mengelilingi tanah tumpah darahku, keindahan tak terbatas dilaut Flores Nusa Tenggara, seperti mengumandangkan undangan untuk segera menginjakkan kaki dan menyaksikan keindahan alam Indonesia. Maha Indah Tuhan Semesta Alamyang menyisihkan setitik keindahannya untuk bangsa yang ini. Karena itu aku bangga padamu.
Paru-paru dunia ada di Indonesia, Hutan Hujan Tropis Kalimantan. Hutan kebanggaan bangsa, yang tak perlu ditannya lagi kemurniannya, ribuan macam spesies flora dan fauna yang hidup diHutan Hujan Tropis Kalimantan. Logikanya, manusia hidup tanpa paru-paru? Apa mampu? Jawabannya Tidak. Seluruh makhluk hidup yang paru-paru menjadi alat pernafasan utamanya, tak mungkin mampu bertahan hidup tanpa paru-parunya. Dan dunia memiliki paru-paru yang berada diIndonesia. Karena itu aku bangga padamu.
Batu stalaktit dan batu stalakmit yang menyerupai berbagai bentuk didalam salah satu gua yang terdalam di dunia. Dengan pesona gua yang tak bisa diremehkan oleh bangsa lain. Indonesia memilikinya, Goa Petruk di Kebumen, Jawa Tengah. Tapi kemana saja rakyatmu saat musim liburan tiba, wahai bangsa dengan banyak kebudayaan?. Mereka lebih bangga mengunjungi Italia, Prancis, Singapura, Amerika, Hongkong, dan negara lain yang mengekpos keindahan negara mereka. Bukankah harusnya mereka patut bangga pada keindaan alam-mu wahai bangsa yang permai?.
Namun sayang, milyaran keindahanmu itu belum mampu menghapuskan luka yang digoreskan oleh masa lalu rakyatmu sendiri. Bagaimana bisa aku melupakan luka lama yang tak pernah ada penyelesaiannya?. Mudah sekali orang lain melupakan hal yang harusnya jelas penyelesaiannya. Pelanggaran HAM, yang membuat engkau wahai pertiwiku diembargo oleh para manusia berkebangsaan lain bahkan hingga seluruh negara di dunia menyatakan bahwa engkau bangsa yang patut diembargo travelling. Yang artinya tak ada negara yang berkunjung kegenggamanmu. Masih ingatkah engkau saat kita merasakan perihnya krisis moneter?.
Tragedi Tanjung Priok, Trisakti, Marsinah, Munir, DOM Aceh, Mei 1998? Apa namanya? Komedi? Kenangan yang bisa dilupakan begitu saja dalam waktu yang singkat?. Mana penyelesaiannya? Ada pembahasannya? Siapa pelakunya? Puluhan bahkan ratusan pertanyaan yang siap diajukan apabila pelanggaran HAM ini akan diluruskan. Tapi apa nyatanya? Bungkam? Tak mau tau? TAK PUNYA HATI!.
Indonesia, wahai negeri dengan semua keunikan yang engkau miliki, apa manusia macam ini yang kau namakan rakyat? Apa ini yang kau nyatakan sebagai pribumi?. Kau tak salah?.
Aku terlahir dalam dekapanmu yang hangat, turut berbahagia ketika engkau mencapai titik puncak kejayaan, dan ikut berdukaketika engkau berada pada titik yang tak memungkinkan untuk ada di deretan negara maju. Merasa bangga ketika menuai prestasi, dan merasa malu ketika mata dunia mengetahui keburukan engkau wahai tanah air tumpah darahku.
Aku bangga sekaligus malu padamu.
“...Bagimu negeri jiwa raga kami.”
Fatimah Azzahro
Siswi MANU Putri Buntet Pesantren Kabupaten Cirebon Provnsi Jawa Barat
0 komentar:
Posting Komentar