Aku tahu, Indonesia. Tubuhmu telah hancur lebur. Tanpamu dimana kami akan tinggal? Dimana lagi kami akan merajut mimpi? Dan kapankah kami belajar menyayangi? Tapi kau harus tahu, Indonesia. Kami tidak mampu pergi. Kami tak mampu lampaui diri. Jangan pergi, Indonesia! Jangan pergi, kumohon! Kami membutuhkanmu! Dan biarllah kami memperbaiki segalanya.
Indonesia, kemanakah kau berkelana? Aku merindukan siur anginmu. Indonesia, mengapa kau harus pergi meninggalkan kami sendiri? Apa yang telah kami perbuat, Indonesiaku? Apa kami telah meracunimu dengan sampah hingga kau pergi? Apa kami telah mengubur tubuhmu dengan banjir kami? Dan apakah paru-parumu yang menusuk angkasa adalah cipta karya kami? Maafkan aku, Indonesia. Hidupmu tak lagi menjadi panjang. Darahmu yang membumbung hingga matamu, dan keluar melalui celah bola matamu. Paru-parumu lebur hingga kau tak mampu bernafas. Otakmu kami lumpuhkan, demi kami. Kemana kau pergi, Indonesia? Kami tak tahu bagaimana nasibmu. Apa kau pergi karena kami? Meninggalkan kami sendiri di sini? Aku tak tahu jika segalanya akan begini. Kemana kami mengadu nasib? Kami merindukanmu, Indonesia, lebih dari apa pun. Tapi, mengapa kau tak kembali, Indonesia? Kami berdiri di empat mata angin memanggil namamu. Tapi kau tak pernah kembali. Mengapa kau pergi, Indonesia? Seandainya kami mampu membuatmu seperti Jepang. Seandainya kami Indonesia, mengapa kau tak menyadarkan kami sejak lama? Mengapa hanya gempa dan gunung meletus? Mengapa kami mampu sebodoh ini? Apa kami bukan manusia yang penuh dengan akal? Sekarang apa bentuk kami, Indonesia?
Seongok sampah.
Kami tak tahu dimana kau mengembara. Entah di langit, entah di angkasa. Kami menunggu hingga kami tinggallah tua. Dan menjadi rangka dalam tanah. Indonesia, dimana dirimu saat kami membutuhkanmu? Surat ini kutinggalkan padamu sebelum aku menatap baka. Berharap kau muncul kembali. Tapi kau tak pernah kembali, diantara laut Jawa yang samar.
Indonesia, kumohon kembalillah! Kami telah merubah dunia untukmu. Indonesia, dengarllah! Dengarlah suara jeritan bangsa-bangsa yang bahagia atas tubuh mereka! Indonesia, lihatlah semesta kini! Dimanakah rupa hijau tersembunyi diantara bebatuan? Kami kini mengibarkanmu untuk keseratus kalinya, menghampiri kemerdekaan diumur keseratusmu. Menghampur sampah diantara kehidupan kami, dan mengumpulkan sulur otakmu kembali. Tapi, dimana kau, Indonesia? Kami menunggumu di penjuru dunia.
Tapi kau tak pernah kembali.
Indonesia, apa yang salah dari kami? Negerimu kini subur seperti kita berjumpa. Indonesia, mengapa kau tak kembali? Kami merindukanmu, Indonesia! Rindu! Kami disini berdiri untukmu. Mengucap selamat atas umur keseribumu. Bersama kami kibarkan sang saka. Namun, mengapa Indonesia, mengapa? Mengapa kau mengacuhkan kami? Apa yang salah dari kami? Mengapa rasa maaf kami tidak cukup bagimu? Apa yang harus kami lakukan untukmu? Apa lagi?! Cukupkah kami hanya menyuburkan tanah? Dan cukupkah kami hanya menebar benih?! Anak-anak kami telah berteriak untukmu, Indonesia, “MERDEKA!” tapi kau tetap tak kembali. Dimana kau, Indonesia? Dimana? Kami ingin kau ada, Indonesia, selamanya! Indonesia, kami rindu rupamu. Indonesia, kami ingin berembus di biru lautmu. Kami ingin berkenalan dengan satwamu. Tapi, kau menghilang tanpa rimba. Kemana kau pergi, Indonesia?
Hari ini kami bersedih untukmu. Membumbung angkasa hingga langit ketujuh. Hujan api di semesta, dan guguran air di ujung tanah. Apa yang terjadi, Indonesia? Mengapa kau melakukan ini? Apa salah kami? Mengapa air tumpah demi dirimu? Mengapa bumi berguncang untukmu? Dan mengapa gunung berontak? Apa kau bahagia dengan semua ini, Indonesia? Apa kau bahagia sahabatmu binasa karena dirimu? Dan hanya ada dirimu? Apa kau tidak mendengar lolongan kami? Hai, Indonesia, berhentillah! Tolong hentikan! Apa hatimu tidak tersiksa menerima pengaduan kami? Tolong, Indonesia, hentikan! Kami tidak tahu apa yang kami lakukan. Kami tidak tahu dimana rusuk-rusuk kami akan adukan. Indonesia, apa seperti ini hati nuranimu pada kami? Kau tak seperti dulu, Indonesia! Saat kita dulu berjumpa sama. Saat kita berjanji kawan dengan satu sama lain. Tapi, mengapa kau mengkhianatiku? Apa yang salah dariku? Apa yang salah dari kami? Indonesia, dengarlah dari dalam hatiku! Dimana kasih sayangmu? Dimana kau akan menempatkan kami setelah ini? Cukup, Indonesia, cukup! HENTIKAN! Kau tidak menghargai persahabatan kita, Indonesia? Apa yang kau lakukan padaku? Pada seluruh keluargaku? Indonesia, mengapa kau limpahkan seluruh kekesalanmu pada kami? Apa salah kami? Tapi kau memisahkan diriku. Kau membiarkanku tetap dalam semesta. Mengapa, Indonesia? Mengapa?! Tapi kau muncul di sini, di hadapanku.
“Kau harus tahu” katamu. “Semua yang kau lihat tak pernah kembali”
Lalu kau menghilang.
INDOENSIA! Dengarllah aku memanggil namamu di sini, bersama malaikat-malaikat cahaya. Mengapa kau pergi, Indonesia? Aku, aku tak sanggup lagi kehilangan dirimu. Tolong kembalillah, nusa!!! Indonesia, mengapa kau tak ingin menuju surga bersama kami? Mengapa kau tak membagi cinta kasihmu lagi? Mengapa kau berpaling dari kami?! Namun, kami tetap bernyanyi. Bernyanyi untukmu, Indonesia. Agar kau kembali, menerangi bumi.
1.100 tahun Indonesia masa lalu. Indonesia yang memeluk kami atas belengu penjajah. Indonesia yang berdiri untuk menghempas penderitaan kami. Dan Indonesia, yang bernyanyi di tujuh belas Agustus-nya. Bung Karno dan bung Hatta kau sayangi. Kau mendorong mereka merebut proklamasi. Kau menarik mereka mengibarkan sang saka. Tapi, mengapa kau kini begitu kejam? Pada pemimpim-pemimpin negara? Pada tunas-tunas bangsa?!
Aku telah memohon pada Tuhan, “Kembalikan Indonesia!”
Namun ia mengeleng. “Ia tidak ingin. Ia benci…pada kalian…”
Apa itu benar, Indonesiaku?! Apa ini caramu berterima kasih pada pelukan kami untukmu? Apa ini caramu memainkan kami diatas penjajahanmu?! Wahai, Indsonesia! Tidakkah kau tahu bahwa segala bentuk penjajahan tidak ada lagi? Tapi mengapa kau melakukanya? Indonesia, kumohon kembalillah! Bersama mengarungi samudra Hindia. Bersama kita taklukkan nurani. Untuk Indonesiaku, jaya!
Fida Zalfa Lathifah Yasmin
Siswi SMPN 1 Sidoarjo Provinsi Jawa Timur
0 komentar:
Posting Komentar