Hallo, Indonesiaku. Bagaimana kabar kalian? Apakah tekad tuk mengharumkan nama bangsa masih ada di diri kalian? Semoga jawabannya adalah ‘pasti’, sebuah kepastian yang benar-benar nyata.
Tepat esok hari, usia negeri ini genap 70 tahun. Ada satu yang terus membuat saya berpikir keras. Selama hidup saya yang belum genap 17 tahun ini, apa yang sudah saya lakukan demi bangsa ini? Apa juga yang telah kalian lakukan demi Indonesia? Jika kalian merasa belum melakukan hal bermakna apapun bagi negeri ini, setidaknya kalian juga belum pernah dan tidak akan pernah melakukan sesuatu yang mencemari nama Indonesia.
Dari lubuk hati saya ada segumpal ucap terima kasih untuk semua orang yang memiliki sangkut-paut dengan dunia pendidikan terutama guru, menteri yang memberlakukan Sistem Kurikulum 2013, dan teman sekolah. Bukan tak tahu terima kasih atau apa, tapi seperti ada yang kurang pas dengan sistem ini, entah hanya saya atau masih ada pelajar lain yang merasakan ini.
Kami diwajibkan belajar dalam bentuk kelompok, bergumul dengan beberapa teman yang tentunya kami sudah mengetahui mereka, walau hanya nama atau lebih. Duduk melingkar di kelas, kemudian guru masuk dan memberikan tugas untuk mencari materi, mempelajarinya, dan menjadikan materi itu sebagai bahan presentasi. Yang masih tak saya mengerti, kami ke sekolah untuk menuntut ilmu, menerima ilmu yang sebelumnya kami peroleh dari guru. Kini, kami banyak bergantung pada koneksi internet, terkadang juga lari pada buku-buku perpustakaan, serta beberapa sumber lainnya, mencari materi dari itu semua, menyalin dari apapun yang kami temukan tanpa tau kebenarannya.
Jika satu atau keseluruhan orang dari sebuah kelompok adalah mereka yang sedikit mengerti tentang pembahasan yang dijadikan tugas, atau mereka yang pandai mencerna data-data yang diperoleh, tentu bukan suatu masalah. Tapi jika seluruh anggota kelompok tak mengerti pada data-data yang didapatkan, itu seperti menelan bom yang sudah dinyalakan. Membuat power point untuk presetasi tanpa tau apa sebenarnya inti dari topik bahasan itu, membagikannya pada teman yang lain saat mempresentasikannya, akhirnya semua menjadi salah kaprah. Ujung-ujungnya nilai kami tak memuaskan karena materi yang keliru.
Hal di atas, apa sepenuhnya salah kami? Memang kami bisa berkonsultasi dengan guru mapel untuk menanyakan data yang kami dapat, tapi pasti ada rasa canggung, takut, dan sebagainya. Bahkan pasti ada pula guru yang justru cuek dengan pertanyaan kami, hanya menjawab sebatas ‘Ya menurut kalian gimana’. Saya tidak menyalahkan guru, hanya saja terasa aneh saat orang yang biasa menyuapi kami dengan materi yang kami percaya benar, kini melepaskan kami menjadi anak yang bergaul dengan internet. (Kebanyakan materi pasti dicari dari situs-situs di internet)
Lagi, istilah membaur juga cukup sulit bagi saya. Mendapatkan teman sekelompok yang banyak sekali alasan saat mengerjakan tugas adalah hal utama. Pernah saya dan satu teman lain mengajak membahas tugas di sekolah, dia berkata harus cepat pulang. Oke, saya menurut, mengajaknya membahas tugas di chat sosial media dan dia tak muncul. Besoknya dia berkata tidak bisa on karena kuota, karena acara, dan masih banyak lagi. Untung saja saya dan satu teman yang pasti aktif dalam tugas, ditambah anggota lain yang masih kadang-kadang aktif, hampir selalu bisa menyelesaikan tugas itu. Ingin rasanya mengadukan pada guru, tapi pasti kelompok saya juga yang akan jelek namanya.
Setelah berputar pada hal yang kurang pas dari guru dan kelompok, sekarang mari beralih topik. Apa sekolah yang kalian tahu akan meliburkan muridnya di hari sabtu dan minggu? Baru saja sekolah saya memberlakukan sistem ini, katanya untuk memperbanyak waktu berkumpul dengan keluarga. Tapi apa salah jika saya berpikir sebagian pelajar justru hangout dengan teman-temannya di hari sabtu itu. Memang tidak semuanya, tapi pasti ada yang seperti itu karena saya pernah melihatnya sendiri. Itu haknya, tapi apa tidak bisa mereka sedikit merealisasikan tujuan yang ingin dicapai dari sistem ini sendiri?
Fiuh, uneg-uneg saya sepertinya sudah tersampaikan. Berharap tak ada pihak-pihak yang sakit hati dengan apa yang saya tulis dalam surat ini. Perubahan tak harus pada sistem, namun bisa dari diri sendiri. Mungkin memang semuanya harus mengintrospeksi diri masing-masing, mulai berubah ke arah yang positif. Otomatis semuanya akan berjalan sesuai harapan dan menghasilkan hasil yang baik. Untuk apa saling menyalahkan jika tetap tak bisa membawa nama Indonesia menjadi lebih baik lagi dari sekarang yang sudah baik.
Kawan Indonesiaku, terima kasih telah membaca suratku. Ayo kita melakukan sesuatu!
Diah Eka Noviani
Siswi SMK Negeri 2 Semarang Provinsi Jawa Tengah
0 komentar:
Posting Komentar