728x90 AdSpace


  • Terbaru

    Rabu, 12 Agustus 2015

    [Peserta Lomba Menulis Surat] Ditulis dengan Huruf Khrithik danMenggunakan Bahasa Hyina

    Probolinggo, 9 Agustus 2015


    Yth. President of Indonesia, Bapak Jokowi

    Di manapun Anda membaca surat ini


    Assalamualaikum, Pak! Apa kabar Anda hari ini? Semoga sehat selalu ya. Aminn...

    Sebelumnya saya minta maaf kalau bahasa yang digunakan dalam surat ini mungkin terlalu ‘kurangajar’. Hehehe.... Rapopo kan, Pak?

    Oke, langsung saja nih, Pak Jokowi. Saya mau menyoal pasal penghinaan tentang presiden yang sudah dicabut MK pada tanggal 7 Desember tahun 2006 silam. Dengar-dengar mau diberlakukan kembali ya? Hmmm.... rasanya sangat pelik dalam menyikapi hal ini. Sebagai aktivis maya (lewat facebook), saya sudah kenyang bacaan dari tulisan-tulisan pada kolom komentar di fanspage beberapa media terkemuka seperti Jawa Pos (JPNN), TribunNews, Republika Online, Dream.co.id dan media lainnya yang isinya mengkritisi kebijakan bapak tersebut. Dan mungkin beberapa komentar bisa dikategorikan sebagai penghinaan.

    Ada yang bilang kalau pasal penghinaan ini ‘warisan’ dari Pak SBY (wah, saya tidak bisa berkomentar nih! Bau politik soalnya! Hehehe...). Adapula yang berargumentasi bahwa Pasal 134, Pasal 136, dan Pasal 137 KUHP tentang Penghinaan Presiden ini adalah versi modern dari Wetboek van Strafrecht (WvS) 1915 Nomor 732 pada zaman kolonial Belanda untuk membungkam aspirasi rakyat. Entahlah.

    Tapi Bapakku yang terhormat, sangat tidak wajar rasanya bila saya dan rakyat Indonesia pada umumnya, su’udzon dengan mengatakan bahwa Pak Jokowi sebenarnya seorang penakut. Takut dikritik, takut dihina, takut dicacimaki dan takut pada amarah rakyat. Sehingga dengan menerapkan kembali pasal tentang Penghinaan Presiden ini hanya akan membuat kami yakin betul bahwa Bapak memang seorang presiden feodal yang takut dikritik.

    Umumnya masyarakat kita sulit membedakan mana kritikan dan mana penghinaan. Tapi senyampang masih sesuai kenyataan dan dapat diterima oleh akal sehat, why not lah pemerintah tampung pendapat mereka. Jadi Bapak tidak perlu takut. Banyak kritikan menandakan bahwa pemerintahan yang dipimpin oleh Bapak saat ini mendapatkan perhatian penuh dan partisipasi aktif dari rakyat. Bukankah itu salah satu ciri dari negara demokrasi? Kalau saya sih, menganggap bahwa tidak ada kritikan yang enak ‘disantap’. Apalagi jika kritikan itu meluncur dari mulut-mulut kaum ‘awam’. Dengan melihat fenomena yang dialami oleh Bapak saat ini, saya menyimpulkan bahwa masyarakat memang benar mengkritik, cuma bahasa yang digunakan adalah Bahasa Penghinaan. Jadi sedikit banyak, antara kritik dan penghinaan saling berhubungan satu sama lain.

    Kritik juga sangat diperlukan lho, Pak! Saya rasa Bapak lebih tahu akan hal ini. Rakyat semakin terasah untuk selalu berpikir kritis. Bukankah ini juga ciri akan kemajuan suatu bangsa? Jangan sampai dengan diterapkannya pasal ini, Bapak berniat ingin ‘membodohi‘ rakyat agar selalu nrimo ing pandum apa-apa yang menjadi sabdo pandito ratu. Kebodohan jangan dibu(di)dayakan dong!

    Kenyataannya rakyat juga semakin kreatif dalam mengkritik –saya sering menahan tawa saat menikmati meme-meme kocak yang ada di facebook–. Budaya mengkritik juga diperlukan untuk mengawasi jalannya pemerintahan agar masih sesuai dengan cita-cita pendiri bangsa Indonesia ini. Semata-mata agar pemerintah tidak semena-mena. Lagipula sekarang Indonesia sudah berumur 70 tahun. Sudah cukup bijak dalam menghadapi kritik dari rakyat-rakyatnya.

    Kalau Bapak tidak kuat menahan kritikan (baca: penghinaan) dari rakyat, Bapak bisa update status kok. Atau curhat pada Ibu Iriana. Hehehe....

    So, tolong cabut kembali rencana pemberlakuan ulang pasal-pasal itu. Takut rakyat salah mengartikannya dan semakin membenci posisi Bapak sebagai orang nomer satu di Indonesia. Dan demi kemajuan bangsa pula.

    Sekian dulu ya Pak, surat dari saya. Terimakasih sudah menyempatkan diri untuk membaca.




     “To escape criticism, -do nothing, say nothing and be nothing”


    Elbert Hubbard



    Abduh Khoir

    Siswa SMK Negeri 2 Kota Probolinggo Provinsi Jawa Timur
    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 komentar:

    Posting Komentar

    Item Reviewed: [Peserta Lomba Menulis Surat] Ditulis dengan Huruf Khrithik danMenggunakan Bahasa Hyina Rating: 5 Reviewed By: Jingga Media
    Scroll to Top