Surabaya, 02 Agustus 2015
Kepada
Saudara-saudaraku yang Mencintai Indonesia
dari Seluruh Penjuru Tanah Air
Salam Aspirasi Muda!
Kulihat Ibu Pertiwi...
Sedang bersusah hati...
Air matamu berlinang...
(Lirik Lagu “Ibu Pertiwi” – Ismail Marzuki)
Salam kenal dan hormat untuk saudara-saudaraku yang mengaku mencintai negeri ini. Perkenalkan nama saya adalah Lucky Christian, salah seorang insan muda yang benar-benar peduli pada tanah tumpah darah, Indonesia. Sobat, cuplikan paragraf di awal surat ini ialah potongan lirik lagu “Ibu Pertiwi.” Memang, Ibu Pertiwi sedang bersusah hati dan prihatin melihat kita, anak-anak yang dikasihinya. Sama seperti seorang ibu yang mengelus dada sambil meneteskan air mata melihat perilaku anak tercinta yang semakin tak bermoral. Ya, itulah yang kini terjadi pada generasi kita. Generasi yang katanya berpendidikan dan bergelimang fasilitas canggih nan mewah. Namun, pernahkah kita menyadari semua hal itu?
Kawan-kawanku yang terkasih, banyak masalah yang merundung Ibu Pertiwi kita dewasa ini. Mulai dari aspek politik, ekonomi, sosial, maupun budaya tak luput dari permasalahan. Ironis memang, di negeri yang kaya akan sumber daya alam ini masih saja banyak ditemui kemiskinan, kesenjangan sosial dan ekonomi, kriminalitas, dan masih banyak lagi. Tak mungkin rasanya saya menyebutkan semua masalah yang menyelimuti negeri Zamrud Khatulistiwa ini. Dari rentetan masalah tersebut sebenarnya hanya ada satu akar masalah, yaitu hilangnya rasa malu kita.
Memang, di era yang semakin maju ini rasa malu generasi kita hilang entah kemana. Bukti nyatanya saja bisa kita saksikan di berbagai media setiap harinya. Sebut saja, kasus korupsi pejabat negeri yang tiada habisnya, pelecehan seksual, penyelewengan kekuasaan, dan masih banyak bukti lain yang semakin menguatkan bahwa kita telah kehilangan “kemaluan.” Kehilangan rasa malu yang saya maksud adalah semakin pudarnya budaya malu dalam diri anak bangsa. Malu disini adalah dalam konteks positif, yakni malu untuk melakukan perbuatan negatif. Bagaimana mungkin rakyat di negeri yang kaya akan ideologi Pancasila dan norma sosial ini sudah kehilangan rasa malu? Sungguh menjadi sebuah ironi, bukan?
Kawan-kawanku para penerus negeri, lihatlah para koruptor dan pelaku tindak kriminal. Malukah mereka dengan perbuatan hina yang mereka perbuat? Rasanya tidak. Sekarang mari kita tengok keseharian kita sebagai anak muda. Dari contoh sederhana saja, ketika ujian nasional tiba, tak sedikit pemberitaan yang mengabarkan kasus mencontek. Lantas, malukah mereka? Kemudian, dapat kita lihat dari gaya berpacaran anak muda di muka umum. Tak jarang dapat kita temui mereka-mereka yang bertindak tak senonoh melebihi hewan. Masihkah mereka memiliki kemaluan? Sungguh, sebuah potret miris yang terjadi pada negeri yang hendak memasuki usia tujuh dekade ini. Di usia yang tak lagi muda itu, seharusnya Indonesia sudah menjadi Indonesia yang Raya, bukannya Indonesia yang penuh masalah akibat ulah para “sampah”.
Tetapi, tenang saja, selama bumi masih berputar kita pun masih memiliki harapan. Ya, kita yang mencintai negeri ini. Saya dan Anda sekalian bisa melakukan perubahan untuk Ibu Pertiwi. Mulailah dari mengembalikan “kemaluan.” Dengan membudayakan malu untuk melakukan hal negatif kita pasti bisa mengubah tangis Ibu Pertiwi menjadi senyum merekah tanda kebanggaan. Mari kita membumikan kembali budaya malu di keluarga, sekolah, lingkungan sekitar, tempat bekerja, dan dimanapun kita berpijak. Yakinlah itu bisa kita lakukan bersama. Ini semua bukan sekadar omong kosong. Ini semua dapat kita wujudkan bersama. Ayo bersama kembali temukan rasa malu kita masing-masing.
Sobat, sekian dulu “iuran” pemikiran yang saya tuliskan dalam surat ini. Mari kita semua mulai sekarang menjadi penggerak perubahan di lingkungan sekitar kita dengan menjadi kaum muda Indonesia pembaharu inspirasi bangsa.
Salam rasa malu!
Salam hangatku,
Lucky Christian, siswa SMA Santa Maria Surabaya Provinsi Jawa Timur
0 komentar:
Posting Komentar