Dahulu orang orang kita berani menegakkan kebenaran dan itu jauh sebelum datang kemerdekaan, saat itulah semangat berkobar demi ibu pertiwi. Di saat itu bambu runcing mampu berdialog dengan senapa mesin, di saat itu seorang rentenir menyumbangkan seluruh hartanya, di saat itu suluruh maling menjadi penyusun taktik terhebat. Di saat itu perbedaan bukan apa apa padahal mereka bisa saja berjuang bersama keyakinan masing masing atau bersama suku masing masing.
Negeri yang luas ini, yang katanya kaya , yang katanya ramah, negeri yang katanya memiliki Ketuhanan Yang Maha Esa. Secara hukum kita sudah cukup lama merdeka tapi secara fakta? Tidak. Kita dijajah dalam bentuk yang lebih keji, lebih membunuh. Remaja kita habis ditelan dunia maya. Masih ada kah remaja yang berkobar rasa nasionalismenya? Kuyakin ada.
Negeri yang katanya kaya? Tapi rela freeport dijadikan sesajen untuk bangsa lain. Negeri yang katanya ramah? Ternyata keramahan itu hanya pencitraan semata. Negeri yang katanya memiliki ideologi Ketuhanan Yang Maha Esa? Ternyata saling mengkafirkan, merusak dan membakar satu sama lain.
“Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri” kata pak Soekarno. Kurasa itu sangat benar, aku pernah dan akan terus menjaga idealismeku untuk tetap bertahan di tengah orang orang yang berfikir realistis dan akan menjadi petarung sejati. Saat kebenaran coba di dengungkan! masyarakat justru melabel dengan kata “ekstrimis”. Kurasa kebenaran di negeri ini sudah berubah arti menjadi “segala sesuatu yang dilakukan banyak orang adalah kebenaran”. Makna kebenaran menjadi dangkal dan rusak hanya sebatas “mayoritas”. Di mana? Di mana harus ku temukan para ksatria di negeri ini? menurutku “Kebenaran tampak menyeramkan, karena mayoritas manusia sudah nyaman dengan kebatilan.”
Aku yakin masih ada, tapi sejauh aku mengendus masih belum tercium baunya. Birokrasi yang rusak bahkan mental bangsa yang nyaris sakit jiwa, semua hanya mementingkan kepentingan masing masing, aku kedinginan dan kesepian. Para pejabat? Korupsi. Guru? masih ada memang yang patut diteladani tapi lebih banyak yang hanya menjadi hama bagi masa depan muridnya. Di depan sebagai pemimpin, di tengah sebagai penggerak, di belakang sebagai motivator. Dimana itu? Guru yang seperti itu? Ada! Pasti ada!
Bangsa yang sibuk membela hal yang tidak penting? Tawuran? bakar bakar? Budi luhur, kearifan, integritas? Hmm .. hanya sekedar di pelajari dan diujikan di ulangan, selebihnya? Aku tak tau kemana itu pergi.
Negeri tanpa rasa malu, disaat maling maling bisa tersenyum gagah pada media saat tertangkap korupsi. Negeri terjungkir yang balik, saat kebenaran hanya dihuni oleh orang orang yang sendirian, dan banyak orang mulai memperjuangkan hak bebas tanpa batas (kebatilan). Negeri para aktor, di mana pecandu narkoba sebagai dokter, dan maling sebagai pejabat. Inilah negri para aktor.
Elit negara menyutradarai media untuk membuat drama haru tentang isu moralitas kesenjangan masyarakat, itu drama yang canggih untuk dimengerti secara dangkal. Bangsa yang kikuk, kadang semakin sabar semakin diperalat. Sehingga kita perlahan satu satu menanggalkan rasa malu kita di hadapan sesama dan bahkan Tuhan.
Orang bodoh membenci negaranya, orang pandai berusaha membangkitkan negaranya. Tapi aku tidak akan tinggal diam. Negeri ini ibarat gedung yang sedang runtuh maka aku akan keluar dan membangunnya dari luar. Aku tidak akan berputus asa, korupsi? Hah! Itu hal kecil kita hanya perlu menghidupkan kembali sila pertama, agar semua memiliki rasa malu dihadapan Tuhan.
Kita bisa bangkit harapan itu masih ada, masih banyak. Tapi kita harus sadar bahwa lawan kita sangat kuat maka persiapkan diri, dekatkan diri kita pada Tuhan karena aku yakin lawan kita yang kuat ini adalah mereka para penjahat yang tidak mengenal Tuhan. Seorang tokoh pernah berkata “Kejahatan yang terorganisir mampu mengalahkan kebaikan yang tidak terorganisir”. Mari teman temanku, kita rapatkan barisan , pegang erat tangan di sebelahmu, bisikkan padanya yakinkan ia bahwa “Kita bisa”.
Kalian hanya perlu kembali pada kejujuran nurani kalian, saat kalian ingin berbuat jahat aku yakin nurani kalian pasti memberontak, dengarkan ia. Karena nurani tidak pernah salah, ia akan selalu suci. Dengan modal kejujuran saja tidak cukup kita harus bermodal berani, kita harus berani melawan orang orang yang tidak jujur. Karena biasanya hal yang salah lebih terdengar nalar dan itu terjadi sekarang.
Aku yakin di antara kalian pasti ada Soekarno kedua, kenapa tidak? Aku sudah melihat remaja remaja yang masih mempertahankan nilai luhur bangsa kita. Mari! kita seluruh lapisan masyarakat indonesia sadar akan kemunduran bangsa kita dan ayo bangkit dengan semangat sila pertama. Menjunjung tinggi Ketuhanan Yang Maha Esa. Libatkan Tuhan dalam seluruh aspek kehidupan mudah mudahan semua lebih berkah.
Kita tidak perlu mengkritik satu sama lain jika kita belum punya solusi, karena itu hanya akan menimbulkan perpecahan dan perselisihan. Ayo teman teman semua, kita remaja , meskipun kita muda bukan berarti kita harus tidur nyenyak dulu , kita harus bangun karena sebentar lagi bangsa ini ada di pundak kita. Lawan kejahatan! jika tidak bisa cukup jangan berbuat jahat. Pak Sukarno? Maafkan kami telah menodai perjanan bangsa ini, izinkan kami untuk kembali mengembalikan martabat bangsa garuda ini.
Aku seorang pelajar yang akan berjuang menegakkan kebenaran, aku tidak peduli harus di musuhi satu Indonesia sekali pun jika itu memang harus terjadi. Aku akan mempertahankan dan memperjuangkan kehormatan bangsa, dan ingat! aku bukanlah orang bodoh yang menganggap kejahatan itu keren.
Muhammad Imam Syamil
SMA Lazuardi GIS – Depok, Jawa Barat
[…] 1.Negeriku dan Katak Tuli2.Untuk Manusia Indonesia […]
BalasHapus