Kepada,
Guruku tercinta
Salam,.
Semoga senantiasa selalu diberikan kesehatan dan berkah dari tiap ilmu yang ibu berikan. Apalah bhakti seorang anak kepada gurunya yang lebih berarti selain doa, selain menjalankan nasihat dan pesan demi masa depan anak didiknya.
Bu, mungkin aku hanyalah satu diantara sekian banyak siswa yang ibu didik, tiap kali kumengenang tentang sekolahku, tentang masa kanak-kanakku dulu, dari mulai belajar membaca dan menulis, masa putih biruku, ketika kau beritahuku tentang dunia diluar sana yang seolah-olah hanya menjadi bayangan kala itu, aqidah yang kau tanam, mengajariku tentang agama dan mencintai Tuhan, dan hingga hampir 12 tahun berlalu, tak terasa mungkin hari-hari yang kujalani sekarang merupakan hari-hari terakhirku bersama seragam-seragam yang kukenakan, bersama waktu yang mengejarku tiap jam 7 pagi, bersama buku-buku pelajaran yang entah jumlahnya sampai berapa lembar, bersama PR-PR yang mungkin suatu saat akan kurindukan, dan bersama senyum lakumu yang tiap hari kudapatkan.
Aku tak tahu apa yang kukatakan akan membuat ibu sedih, senang, atau kecewa, aku masih ingat betul ketika ibu berkata “sekolahlah setinggi mungkin, jadilah orang yang berguna, buat ibu bangga dengan prestasi yang kalian capai!” kata-kata itu setiap waktu selalu menjadi cambukkan bagiku, seperti menjadi sebuah jarak yang harus kutempuh, terlebih terucap dari sosok yang kubanggakan sepertimu. Bu, apa yang bisaku persembahkan untukmu? dari seorang siswa sepertiku yang tak punya apa-apa, prestasi apa yang mampu kutunjukan padamu? demi membuatmu bangga dan merasa apa yang kau ajarkan padaku tidaklah sia-sia. Terkadang ku merasa rendah dan kecil diantara semua orang yang kutemui, yang menceritakan tentang apapun yang mereka bisa lakukan, tapi teringat ucapanmu pula yang membuatku kembali bangkit. Kau pernah mengatakan “setiap orang memiliki kemampuan, kesempatan, dan disinilah letak yang membedakan orang tersebut dibandingkan orang yang lainnya, hati” aku mengerti sekarang bu, sepandai-pandainya orang tak akan menjadi bermanfaat kepandaiannya tanpa hati yang tulus.
Bu, aku ingin sekolah, seperti yang ibu cita-citakan. Bahkan orangtuaku selalu berkata pastilah orangtua menginginkan anak-anaknya lebih baik dari orangtuanya sekarang, berpendidikan lebih tinggi daripada orangtuanya, dan kelak memiliki pekerjaan yang jauh lebih baik dibanding orangtuanya. Tapi miris sekali, cita-citaku seperti tergilas oleh rupiah-rupiah yang tertawa semakin keras diantara kesulitan kami, yang membuatku berfikir bahwa aku bukan siapa-siapa. Andai aku bisa memilih, aku tak ingin menjadi dewasa dengan setumpuk masalah yang semakin kumengerti, ditangan siapa nasib orang-orang seperti kami? Aku lebih senang menjadi seorang bocah yang tiap hari-harinya bermain bersama teman-teman, berlari-lari dan tertawa, belajar dan mengerjakan PR yang ibu berikan, sederhana sekali.
Tapi aku tidak ingin hanya mengeluh, rasanya sangat tak pantas, jika kumelihat banyak sekali anak-anak yang ingin sekolah, tidak seberuntung diriku yang masih sempat memakai seragam putih abu-abu. Banyak anak-anak yang memulung masih memakai seragam SD-nya, pelajar yang menjinjing termos esnya, potret anak-anak bangsa dizaman yang katanya sudah modern dan negara yang merdeka, tapi mereka lakukan dengan senang hati, karena mereka ingin sekolah. Budi yang ditanamkan seorang guru sejak kecil, belajar dan sekolah.
17 Agustus lalu, Indonesia memperingati hari kemerdekaannya yang ke-68. Diantara jutaan orang yang masih mengeluhkan hidupnya dinegri ini, bahkan masih saja mengatakan Indonesia belum merdeka yang sesungguhnya, maka aku, pelajar yang bangga dengan negriku sendiri, berikrar bahwa Indonesia sudah merdeka! Merdeka dimataku dan merdeka dihatiku, seperti yang ibu ajarkan, mencintai negeriku, negeri dengan berbagai suku bangsa, negeri dengan kekayaan alamnya yang melimpah.
Indonesia tanah air beta, pusaka abadi nan jaya
Indonesia sejak dulu kala, selalu dipuja-puja bangsa
Disana tempat lahir beta, dibuai dibesarkan bunda
Tempat berlindung dihari tua, sampai akhir menutup mata…..
Dan kami, putra-putri Indonesia, terlahir di Indonesia, meminum air Indonesia, menginjakan kaki di tanah Indonesia, kami mencintai Indonesia. Bu, lelahmu tak sia-sia, suatu hari nanti akan tiba saatnya kami membawa kebanggaan bagimu dan Indonesia.
Anakmu,
Lusy Syarifah
MAN Buntet Pesantren Cirebon - Jawa Barat
Info lengkap lomba silakan klik di sini
Akhirnya jadi juga say... :)
BalasHapusiya nii hehe
BalasHapus