Banda Aceh, 01 September 2013
Yth. dr. H. Zaini Abdullah
Gubernur Aceh
di Banda Aceh
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Pertama-tama ijinkanlah saya mengungkapkan rasa syukur dan bangga saya yang sangat mendalam karena memiliki Gubernur dan Wakil Gubernur yang memiliki ide-ide cemerlang dan dibarengi oleh etos kerja yang tinggi sehingga Propinsi Aceh jauh dari kata ketertinggalan.
Melalui surat ini saya akan menyampaikan beberapa kritik dan saran saya yang berjudul “Dampak Negatif dari Perkebunan Kelapa Sawit Terhadap Lingkungan Aceh untuk Mewujudkan Aceh Menjadi Paru-Paru Dunia yang Sesungguhnya”. Tujuan saya memilih judul ini, karena ternyata perkebunan kelapa sawit dan upaya untuk membuat Aceh benar-benar menjadi paru-paru dunia ternyata sangat erat hubungannya.
Memang, dari segi ekonomi perkebunan kelapa sawit dapat menguntungkan. Itupun jika lahan tersebut dimiliki oleh petani kecil. Seringkali perkebunan Kelapa Sawit hanya dimiliki oleh perusahaan besar. Perkebunan kelapa sawit juga dikatakan menguntungkan apabila status kepemilikan lahan tersebut jelas. Pada dasarnya, perkebunan kelapa sawit merupakan lahan masyarakat yang berupa hutan kemudian dikonservasi menjadi perkebunan oleh perusahaan-perusahaan besar. Karena kebanyakan masyarakat tidak memiliki sertifikat tanah status lahan tersebut-pun menjadi sengketa yang berpihak kepada perusahaan besar.
Dampak terbesar dari perkebunan kelapa sawit adalah dampak lingkungan. Hal ini sudah terjadi mulai dari pembersihan lahan, dari hutan menjadi perkebunan. Umumnya, pembersihan lahan yang cepat dan murah adalah dengan membakar hutan. Namun perlu disadari, api yang digunakan untuk membersihkan lahan seringkali menyebar di luar kontrol sehingga merusak hutan inti dan ekosistem di dalamnya serta membunuh binatang dan tumbuhan. Jadi sebenarnya, cara ini juga merupakan cara yang cepat dan murah untuk meningkatkan polusi dan efek rumah kaca.
Dampak kedua dari perkebunan kelapa sawit adalah tanaman kelapa sawit tidak dapat menyimpan air, sebagaimana tumbuhan umumnya. Jadi dapat dimaklumi, daerah yang terdapat berhektar-hektar perkebunan kelapa sawit lebih rawan banjir dibandingkan daerah yang terdapat berhektar-hektar hutan.
Dampak ketiga adalah, hanya 12 spesies fauna yang dapat hidup diperkebunan kelapa sawit. Sedangkan sisanya dalah hama, karena aktivitas fauna tersebut yang memakan salah satu organ dari tumbuhan kelapa sawit. Karena dianggap hama, hewan tersebut harus dibasmi. Lambat laun, jika tidak dilestarikan, hewan yang dianggap hama tersebut akan langka dan punah.
Sudah terbukti, bahwa perkebunan kelapa sawit banyak dampak negatifnya. Jika Aceh ingin menjadi paru-paru dunia yang sebenar-benarnya, program penanaman pohon yang sedang digalakkan saat ini akan menjadi sia-sia belaka. Karena penanaman pohon juga tidak akan mengembalikkan keanekaragaman hayati yang sudah punah. Untuk itu Redesign, Reforestrasi dan Reduksi hutan harus benar-benar dterapkan di hutan Aceh.
Harapan saya, Aceh bisa menjadi paru-paru dunia yang sesungguhnya dan satu-satunya, tidak tersaingi oleh hutan Papua. Menjadi paru-paru dunia yang bukan hanya julukan, namun juga bukti. Bukti bahwa Aceh adalah hutan lestari, bukan hutan kelapa sawit. Sehingga cita-cita Aceh untuk meminta pajak oksigen kepada dunia dapat terwujud.
Semoga kedepannya Aceh dapat menerapkan konsep Redesign, Reforestrasi dan Reduksi hutan yang berimbang secara ekologi, ekonomi dan sosial.
Demikianlah kritik dan saran saya yang berjudul “Dampak Negatif dari Perkebunan Kelapa Sawit Terhadap Lingkungan Aceh untuk Mewujudkan Aceh Menjadi Paru-Paru Dunia yang Sesungguhnya” yang saya sampaikan melalui surat ini. Atas perhatian Bapak saya ucapkan terimakasih.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Haekal Siraj
SMAN Unggul 1 Banda Aceh - Nangroe Aceh Darussalam
Info lengkap lomba silakan klik di sini
0 komentar:
Posting Komentar