Kepada Indonesia, aku ucapkan Dirgahayu ke 68! Tak terasa usiamu sudah semakin dewasa.
Apa kabar Indonesia? Apa kabar pendidikan Indonesia?
Aku ini pelajar. Tetapi hingga hari ini aku masih melihat berbagai macam kebobrokan di dunia pendidikan; tawuran pelajar makin menjalar, kekerasan semakin tak terkendalikan, para siswi yang rentan dilecehkan, pendidikan masih jauh dari pemerataan, dan termasuk kurikulum baru yang masih membingungkan.
Nuraniku menjerit, saat aku bisa mengenyam pendidikan dengan mudah, tetapi teman-temanku di luar sana tampak menderita dan susah, hanya untuk sekolah. Bukankah kita tahu semua? Mereka harus rela dan sabar melintas jalan tanah becek yang tak beraspal, menyebrangi derasnya air sungai, menyusuri belantara hutan, kadang juga harus lebih dulu turun bukit-gunung, tanpa kendaraan.
Itu semua dilakukan pantang menyerah, demi menggapai pendidikan untuk masa depan dan kemajuanmu; Indonesiaku. Aku terharu melihatnya, merekalah sesungguhnya pahlawan pendidikan Indonesia. Kenapa? Usia mereka boleh belia, tapi cita-cita mereka amat dewasa.
Kepada siapa aku harus mengadu, Indonesiaku? Tentu saja kepadamu dan Tuhan. Bakti mereka kepada bangsa, sungguh luar biasa. Mengikuti seruan untuk berpendidikan meskipun nasib mereka, terutama di daerah terpecil, begitu mengenaskan. Sampai nuraniku bergetar, dengan begitu aku amat yakin jika di dada mereka bersemayam cita-cita luhur; “Kalau kita sabar, kita akan jadi orang pintar, demi bangsaku agar menjadi bangsa yang benar.”
Aku pun bingung, siapa yang harus bertanggung jawab atas semua ini? Aku akui aku masih bodoh, maka dari itu aku pun gigih belajar, tetapi pikiranku tertuju pada pemerintah. Ya, pemerintah. Dimana pemerintah Indonesia? Apakah mereka melihat seperti apa yang saya lihat? Nau’uzubillah, nasib pendidikan Indonesia masih saja nelangsa.
Belum lagi jika menyaksikan berita, sekolah-sekolah Indonesia yang berbatasan dengan negera lain, contohnya dengan Malaysia. Aku dan semua pun akan tahu kualitas dan fasilitas antar sekolah di antara kedua Negara. Negaraku, bangsaku, tumpah darahku, sudah dipastikan menjadi sekolah yang serba minimalis dan terbelakang. Jujur, aku malu, tapi entah apakah pemerintah juga?
Tetapi dan lagi-lagi, nuraniku bergemuruh, saat itu aku menonton salah satu siaran berita di televisi tentang teman-temanku di daerah terpencil, meskipun bersekolah dengan segala keterbatasan, mereka tetap bangga padamu; Indonesiaku. Mereka bangga sembari optimis, dan menaruh harapan agar kelak nasib dan kualitas pendidikan ke depan ada kemajuan.
Bapak-bapak atau Ibu-ibu yang duduk di kursi pemerintah, apakah kalian tahu? Mohon, diusia yang ke 68 ini, Indonesia seharusnya pantas menjadi bangsa yang merdeka sesungguhnya. Kalau bukan sekarang harus kapan lagi? Merdeka dengan ada pendidikan yang berkualitas dan merata. Jangan sampai menuggu terlalu lama, sampai mereka kecewa, dan memilih bersekolah di bangsa lain.
Di usia dewasamu yang ke 68 ini, aku senantisa berdo’a semoga Indonesia diperhatikan kualitas pendidikannya. Aku pun berharap, agar pemerintah segera mengatasinya, terketuk nuraninya untuk menunaikan tanggung jawabnya dalam memeratakan pendidikan di daerah terpencil sana. Ini semua juga agar bangsa Indonesia dapat lebih berkembang dalam pendidikannya ke kancah dunia.
Sekian, suratku untukmu, Indonesia. Semoga apa yang menjadi unek-unekku selama ini tercurahkan dan terlaksana. Aamiin.
Merdeka, pendidikan Indonesia!
Dari seorang pelajar Indonesia,
Dwy Mu’minah
SMK Al-Biruni Ciwaringin, Cirebon-Jawa Barat
Info lengkap lomba silakan klik di sini
0 komentar:
Posting Komentar