728x90 AdSpace


  • Terbaru

    Jumat, 26 April 2013

    Payung Merah Muda Nayla

     Cerpen Lusy Syarifah




    [caption id="attachment_850" align="alignleft" width="150"]Sumber Ilustrasi: ivfgirl.com Sumber Ilustrasi: ivfgirl.com[/caption]

    Kali ini aku bersama Ara, setelah satu tahun yang lalu dia baru mengerti tentang aku dan Ken. Dia melemparkanku dan gagangku patah. Lalu ia memperbaikiku dengan titihan air mata, setelah Ken pergi. Aku merasa berguna lagi, karena semenjak itu hujan turun setiap sore.


    ***


    Halte SMA 2, Satu  Tahun Lalu


    Aku masih bersama Ken, menemani dia menunggu ibunya. Tapi entah akan datang atau tidak,  aku tak pernah mendengar dia mengucapkan sepatah katapun saat bersamaku. Aku hanya melihat wajah cemas nya, ia berharap, setelah beberapa jam ia akan merasa lemas dan tertunduk. Terakhir ia akan geram dan mengepalkan tangannya, menutup matanya dan mengingat satu hal, dalam-dalam. Ia akan pergi tiap kali waktu menunjukan pukul tujuh malam, lalu ia menutupku dan memasukkan ku dalam ransel hitam. Aku selalu mengatakan “berhentilah” tapi sayang, ia tak pernah dengar.


    Keesokan harinya Ken melakukan hal yang sama. Tapi ada yang berbeda, kali ini hujan tidak turun. Matahari masih berdiri tegak dan memancarkan cahaya berwarna jingga dari arah barat. Hanya ada angin segar yang menusuk tubuh Ken dan hampir saja membuatku terbalik, tapi Ken memegangiku sangat erat. Erat sekali. Aku tau ia tak ingin kehilangan ku. Dia menyayangiku, sangat.


    Satu kali pun, aku tak pernah mendengar suara nya. Ken, apa yang bisa membuat mu bicara?


    Dia menegakkan kepala nya, menujukkan arah mata  pada cahaya di atasnya, bahkan ia tak mempedulikan seberapa ramai halte saat itu, -kendaraan-kendaraan, motor-motor dan angkot yang lalu lalang di depannya-, dia selalu menganggap tak ada apapun, tak ada sipapaun, bahkan tak menghiraukan orang-orang yang menanyakan padanya tentang aku, yang mungkin dilihat orang-orang sangat aneh.


    Hari ini hujan benar-benar tidak datang, aku sedih, aku takut Ken akan menutupku dan memasukkanku ke dalam ransel hitamnya sebelum jam 7 malam. Aku ingin bersama nya lebih lama lagi, dia tetap bersamaku, tapi ia pergi sebelum jam 7 malam, tidak seperti biasanya. Ia tetap membawaku, menyenderkan gagangku di pundaknya. Ia berjalan menunduk dan melempar-lempar kaleng bekas Sprite yang telah ia minum di halte. Ken tak terlihat kesal, ia hanya kecewa, lagi-lagi orang yang setiap hari ia nanti tidak datang.


    Seorang gadis menatap Ken dari seberang jalan dekat tangga penyeberangan, tapi  tampaknya ia heran karena Ken membawaku, ia tidak menatapku, ia menatap Ken. ia mengejar Ken dan berusaha menyeberang jalan yang sore itu benar-benar ramai. Tapi gadis itu terus dan menerobos di antara kendaran-kendaraan yang sedang padat-padatnya. Ia tak peduli dengan keadaan jalanan kala itu, gadis pemakai jeans biru dan kaos abu-abu, rambut nya diikat, sama sekali tidak terlihat feminin, seperti Nayla. Tapi kenapa gadis itu tidak mengejar Ken lagi? Ia berhenti. Diam. Dan terus diam sampai Ken benar-benar jauh dari jaraknya berada.


    Ken, tutuplah aku, lihatlah, semua mata tertuju padamu, masukkan aku dalam ranselmu lagi, sembunyikan aku, walaupun sebenarnya aku masih ingin bersamamu. Apa? Siapa itu? Gadis yang bediri dekat rumah Ken? gadis yang memakai jeans biru dan kaos abu-abu. Gadis itu lagi, kenapa dia bisa berada disini, apa dia telah mengenal Ken sebelum nya? Ken, Ken, lihat gadis itu, siapa dia? Sayang Ken tak menjawab, karena sama sekali ia tak bisa mendengarku. Ken, angkat kepalamu, lihat!, dia tetap saja tidak mendengarku. Biar bagaimanapun juga Ken tak akan bisa mendengarku. aku hanya benda mati baginya, dan takkan berubah.


    Ken terus berjalan hingga ia terhenti saat melihat sepatu gadis itu dari bawah. Sepatu kets warna abu-abu, seperti warna kaosnya. Ken-pun mengangkat kepalanya, dan ia tersenyum. “Ara?”. Untuk pertama kalinya aku mendengar suara Ken, yaitu saat melihat gadis itu, Ara. Aku melihat kebahagiaan dari mata Ken. Gadis itu tersenyum, manis sekali. Aku tahu dia bukan gadis biasa bagi Ken, karena hanya Ara yang mampu membuat Ken bicara. Setelah berhari-hari aku menemani Ken, Ara tidak mempedulikanku, yang ia pedulikan hanyalah pertemuannya bersama Ken.


    “Ken, lama tidak bertemu”.


    “Iya”.  Jawab singkat dari Ken dengan senyum indahnya. Ternyata Ken benar-benar tampan,  Apalagi untuk kali pertama aku mendengar suaranya, dan melihat senyumannya. Meski bukan untukku, tapi untuk Ara.


    Cukup lama mereka berdua bertatapan, angin yang dingin dengan lembut menyapu tubuh mereka berdua, aku tahu, mereka sangat bahagia.


    “Ken, aku merindukanmu”. Pembicaraan mereka dimulai


    “Aku juga”. Jawab Ken


    “Kau kemana selama ini?”.


    Kulihat wajah Ken berubah saat Ara menanyakan keberadaannya selama ini. Mengapa?


    Ken terdiam, “Ken?” Sambung Ara


    “Aku menunggu Nayla”.


    “Nayla siapa?”


    Ken langsung terlihat sangat marah ketika membicarakan Nayla.


    “Ini semua terjadi karna kamu”. Nada tinggi Ken saat mengucapkan hal tersebut.


    “Ken! Nayla siapa? Dan apa maksudmu karena aku?”


    Ken terdiam dan hanya terlihat kemarahan di matanya. “Ken,  siapa Nayla?”. Ken masih terdiam dan lagi-lagi Ara bertanya, “Siapa Nayla?” Ken tetap terdiam, tertunduk bisu. “Ken, ada apa dengan mu? Kau berubah! dan apa ini?  Payung merah muda? Kau tak pernah suka merah muda, lau benci merah muda! Itu kamu yang dulu!”. Lalu Ara mendekati Ken dan melemparkanku ke jalanan hingga gagangku patah. Ken terlihat sangat marah., ssangat sangat marah,  aku tahu Ken menyayangiku, dia sakit saat melihatku sakit, apalagi patah.


    “Kamu jahat Ra! Nayla adikku. Kau ingat satu tahun lalu kau memaksaku menemanimu saat pertandingan basket? Padahal saat itu aku harus menjemput Nayla pulang sekolah. Hujan sangat deras dan Nayla  tidak membawa obat Asmanya. Ia menderita Asma akut, sama seperti mama yang sudah dua tahun lalu meninggal. Tiga jam Nayla menungguku Ra! Tapi aku tidak datang. Dan saat aku menjemputnya aku hanya menemukan dia tidak sadarkan diri. Ternyata belasan sms masuk di ponselku bahwa asmanya kambuh dan dia tak membawa obat. Aku terlambat, dia meninggal saat ku bawa ke Rumah Sakit.  Kau tahu? Akulah orang yang sangat merasa berdosa atas kepergian Nayla. Hanya payung merah muda itu yang kutemukan saat terahir kalinya, di halte dekat sekolah Nayla. Harapan kosongku hanyalah Nayla kembali”.  Ken histeris dan meremas-remas kepalanya, dia seperti tidak waras lalu berlari.


    Ara tersungkur, ia tidak mengejar, ia memaku dan menangis, ia tak mengatakan apapun. Seketika hujan deras memeluk suasana, tubuhnya basah kuyup dan terlihat lemah,  kemudin ia menatapku, berjalan dan mengambilku. Ia memperbaiki gagangku yang patah karena sebuah lemparan tangannya sendiri.


    ***


    Dan hari ini, tepat satu tahun Ara terpaku di halte SMA 2, persis seperti apa yang dilakukan Ken selama satu tahun. Ada yang berubah, ia mengenakan rok merah muda, warna kesukaan Nayla. Padahal aku tahu Ara tak menyukai warna itu, ia tak pernah mengatakan apapun selama di halte, ia hanya tertunduk. Hujan atau tidak, Ara tetap membukaku, ia tak pernah menutupku dan memasukkanku ke dalam tasnya hingga jam 7 malam nanti, aku bahagia, dan aku akan setia menemani siapapun orang-orang yang mengenang Nayla. []


    *Siswi MAN Buntet Pesantren Kab. Cirebon, Jawa Barat.


     Mading Sekolah

    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    3 komentar:

    Item Reviewed: Payung Merah Muda Nayla Rating: 5 Reviewed By: Jingga Media
    Scroll to Top