728x90 AdSpace


  • Terbaru

    Kamis, 18 April 2013

    Malam Tiga Puluh Satu Oktober (Bagian Pertama)

    Cerpen Cici Nuryanah

    [caption id="attachment_758" align="alignleft" width="150"]sumber Ilustrasi: Google.com sumber Ilustrasi: Google.com[/caption]

    Sebagian masyarakat percaya, malam 31 Oktober  sebagai malam penuh kegelapan. Semua  makhluk dan roh-roh penasaran bangkit dari kubur, malam yang menghantui dan menguasai manusia; hingga mati mengenaskan.


    Keluarga Switct, keluarga kecil yang menjadi korban roh-roh penasaran, selama bertahun-tahun dihantui rasa takut, hingga satu persatu anggota keluarganya musnah.


    Bermula di tahun 1925, keluarga Swict menjadi pemilik rumah berhalaman luas, konon, rumah yang telah lama tak berpenghuni. Rumah yang cukup tua itu dikelilingi pohon-pohon rindang nan menjulang tinggi, seperti menyentuh langit. Di belakangnya terdapat sebuah lapang, dan sebuah lumbung. Rumah yang cukup menyimpan kemisterian dalam, di sebuah pinggiran kota.


    Rumah yang baru saja dibeli itu menjadi pilihan bagi John Swict dan istrinya, Miranda. Lengkap dengan kelima anaknya, John Junior, Erica, Anna, Jullian August , serta Andreas. Anak-anak yang berjenjang rapih dari 18 tahun, hingga si bungsu Andreas yang baru berusia 10 tahun.


    Sebenarnya, keluarga Swict tak begitu tertarik dengan rumah itu, namun berbagai alasan kuat menjadikannya sebagai pilihan terakhir. John Swict sang ayah, setidaknya harus pulang pergi ke kota untuk bekerja.


    ***


     Rumah tua yang  telah lama kosong, tentu penuh debu, juga berisi perabot yang usang dan rusak. Hari masih tampak siang, Swict sekeluarga bergotong-royong membersihkan kediaman barunya.


     “Erica, tolong belikan makanan untuk makan malam nanti!” Teriak sang ibu.


    “Baiklah, aku mengerti..” Jawab Erica singkat.


    Erica yang remaja, berjalan keluar dari kamar menuju pintu utama rumahnya. Tanpa pikir panjang, ia langsung tancap gas dan melaju melesat menjauhi pintu gerbang. Sepanjang perjalanan, Erica melihat pohon-pohon besar dan rindang di sisi kanan dan kirinya. Dan aneh, jarang sekali ditemukan rumah penduduk, bahkan mungkin tak ada. Pikirnya seraya mengendalikan laju mobil.


    Ah, sekalipun ada, ternyata hanya tiga rumah saja yang terlihat, itupun dengan jarak yang berjauhan, setiap hampir 50 meter.


    Di rumah terakhir yang dilihatnya dari kejauhan, Erica menemukan sebuah keganjilan, tertangkap oleh sepasang matanya, seperti seseorang yang sibuk menghiasi rumahnya sendiri; dengan semacam tulang belulang.


    “Aneh!” Pikir Erica bertanya-tanya


    Belum lepas dari keanehan itu, tiba-tiba mobil yang sedang Erica kendalikan semakin melambat, hingga berhenti di tengah jalan, sialnya, jalanan itu sangat sepi, tak ada satu kendaraanpun yang melintas selain Erica.


    “Ayah, mobilnya mogok, sekarang aku berada di tengah-tengah jalanan yang sepi. Apa yang harus aku lakukan? ”


    “Tenanglah..coba kau cari tahu penyebabnya” Pinta ayahnya di seberang sana.


    “Ah!”. Dengan nada kesal Erica menutup telepon genggamnya.


    ***


    Hari semakin gelap, dan Erica masih menunggu di mobilnya, barang kali seseorang melintas, dan  menolongnya. Sesekali ia menghubungi ayahnya, namun gagal, tak ada sinyal. Erica mulai berniat mengambil tindakan, membuka kap mobil, tapi ternyata percuma, tak ada yang ia mengerti tentang masalah mesin.


    Erica masih kesal, semakin kesal, namun tak lama, seperti terdengar suara deru mobil dari kejauhan, Erica berbalik, dan benar, sorotan lampu mobil yang menggembirakan.


    “Apa yang terjadi?” Tanya seseorang yang keluar dari mobilnya.


    “Mobilku  mogok semenjak siang, dan aku tak tahu harus bagaimana?” jelas Erica


    “Butuh bantuan? Mungkin aku bisa membantu, jika kau mengijinkan.” Tawarnya dengan rendah hati


    “Baiklah, itupun jika kau tidak keberatan” balas Erica


    Dan ternyata tidak butuh waktu berjam-jam untuk memperbaiki mobil Erica, hanya beberapa menit saja, lalu selesai.


    “Namaku Erica Swict”. Ucap Erica seraya menyodorkan tangannya.


    Sebuah perkenalan dan perbincangan berlanjut hingga cukup lama, Erica lupa tentang tujuannya keluar dari rumah semenjak siang tadi.


    Ponsel Erica-pun berbunyi, itu dari ayahnya.


    “Erica sedang apa kau? Bagaimana keadaanmu?, apa kau baik-baik saja?”. Dengan nada cemas ayahnya bertanya


    “Aku baik-baik saja, ayah tenang saja aku sekarang dengan David.” Tutur Erica


    “David? Siapa dia?”


    “Ayah maaf, nanti ku jelaskan semuanya. Aku harus membeli makanan”, Dengan nada terburu-buru, Erica menutup telepon dan menunaikan tugas dari ibunya untuk membelikan makanan.


    “Apa itu ayahmu?”. Tanya David.


    Tanpa menjawab pertanyaan yang jelas, Erica langsung pergi, ia hanya menuliskan nomor teleponnya di tangan David.


    Sebuah pertemuan yang tak disengaja, dan tak pernah terduga ini akan menjadi awal mula terjadinya peristiwa mengerikan di malam 31 Oktober.


    ***


    Hari berganti malam, Erica lupa bahwa kejadian siang hingga malam itu membuatnya menghabiskan banyak waktu. Erica merasa lelah, berniat menyegarkan kembali tubuhnya, berendam di kamar mandi.


    “Tok..tok..tok!”. Ketukan kamarnya berbunyi.


    “ Siapa?”. Teriak Erica.


    “ Aku! Anna! apa aku boleh masuk?


    “Ya, pintu tak dikunci. Tapi aku sedang berendam. Kau tunggu saja di situ. Sebentar laigi aku selesai.” Jawab Erica.


    Tak lama kemudian,


    “Ada apa?”. Singkat Erica,


    “Aku ingin mengatakan sesuatu padamu, tapi kau jangan katakana hal ini pada siapapun termasuk ayah, juga ibu”. Bisik Anna pelan-pelan.


    “Apa? Apa yang sebenarnya kau ketahui”. Tanya Erica sedikit dengan nada jengkel.


    “Kau janji?”. Pinta anna


    “Ya”. Dengan nada malas Erica berucap ”Aku berjanji  tidak akan mengatakan pada siapapun”.


    Belum sempat Anna mengucapkan sepatah katapun, telepon Erica berbunyi. Erica tidak melanjutkan pembicaraannya dengan Anna, ia malah asik berbincang dengan David yang berbicara di balik telepon, kenalan barunya, siang tadi.


    Anna pergi meninggalkan kakaknya yang sedang berbicara dengan seseorang yang belum ia lihat bahkan ia kenal. “Mengganggu saja!”. Anna membalas jengkel.


    Dengan tidak begitu peduli, Erica asyik sendiri bercengkrama dengan teman barunya itu. Akan tetapi ia tidak tahu akibat dari perkenalan singkatnya dengan David akan berdampak apa?.


    Bersambung …


    *Cerpenis adalah siswi SMAN 1 Waled Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. 


    Mading Sekolah

    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 komentar:

    Posting Komentar

    Item Reviewed: Malam Tiga Puluh Satu Oktober (Bagian Pertama) Rating: 5 Reviewed By: Jingga Media
    Scroll to Top